Sunan Kalijaga dengan Wayang Kulit

Negara Indonesia dikenal sebagai negara dengan penduduknya mayoritas beragama islam. Islam pada masa modern seperti saat ini muncul melalui fase yang sangat panjang dan beragam karena negara Indonesia memiliki kebudayaan yang beranekaragam sehingga dalam penyebaran agama Islam pun dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya ialah menggunakan budaya yang beragam itu sendiri seperti wayang kulit, kesenian, dan lain sebagainya.

Para tokoh agama terutama di Pulau Jawa pada saat itu menggunakan budaya Jawa lebih mudah diterima oleh masyarakat luas pada saat itu sehingga dapat mempercepat dan mempermudah tokoh tersebut dalam menyebarkan agama Islam. Tokoh agama yang sangat kental metode dakwahnya menggunakan budaya Jawa ialah Raden Sahid atau lebih dikenal dengan Sunan Kalijaga.

Raden Sahid mampu menarik minat dan perhatian masyarakat Jawa pada saat itu dengan menggunakan media wayang kulit. Beliau menciptakan beberapa tokoh pewayangan yang dianalogikan Rukun Islam sehingga secara tidak langsung masyarakat yang melihatnya bisa tahu agama Islam itu apa.

Nama Sunan Kalijaga sendiri tidak lantas disandangnya dengan mudah. Beliau mendapatkan nama itu ketika Sunan Bonang memerintahkannya untuk bertapa di tepi sungai. Sunan Kalijaga tidak boleh beranjak sedikitpun dari tempat pertapaannya sebelum Sunan Bonang datang. Setelah lama tertidur, akar dan rumput mengerubungi badannya sehingga dirinya tertutup oleh rimbunnya tumbuhan. Beberapa tahun kemudian setelah pertapaannya, Sunan Bonang kembali datang dan membangunkan Raden Sahid, karena kisah ini beliau dijuluki Sunan Kalijaga (Penjaga Sungai).

Sunan Kalijaga berdakwah melalui pendekatan budaya Jawa. Beliau memahami budaya-budaya yang ada di masyarakat sehingga dengan melalui budaya Jawa terutama wayang kulit beliau bisa menarik perhatian masyarakat tanpa harus merusak atau merubah tatanan budaya yang ada.

Berbicara tentang wayang kulit, Sunan Kalijaga merupakan dalang yang lihai dan piawai dalam memainkan pewayangannya sehingga banyak masyarakat berbondong-bondong melihat pentas seni wayang kulit. Dia ketika manggung di suatu desa hanya meminta upah berupa ucapan syahadat yang diucapkan para hadirin. Selain pintar mendalang, Raden Sahid juga membuat tokoh-tokoh pewayangan.

Wayang Kulit Pandawa Lima: Yudistira, Werkudoro, Janaka, Nakula, Sadewa
Pandawa Lima. Sumber Gambar: Sajak Puisi Ki Slamet 42

Sunan Kalijaga mengarang lakon-lakon pewayangan dengan diselipkan ajaran Islam. Seperti tokoh pewayangan Yudistira yang mempunyai jimat kalimasada. Jimat kalimasada merupakan perlambangan kalimat syahadar, salah satu rukun Islam. Selain Yudistira, Sunan Kalijaga juga membuat tokoh adek-adeknya seperti Werkudara yang dilambangkan salat, Janaka sebagai zakat, nakula menjadi puasa, dan paling bungsu yaitu sadewa menjadi haji. Pengilustrasian tersebut sangat cerdas karena Sunan Kalijaga tidak perlu repot-repot untuk mengenalkan satu persatu rukun Islam, cukup menggunakan media wayang kulit saja.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga cerdas dalam membuat wayang kulit. Beliau membuat wayang kulit menggunakan bahan baku kulit kerbau bukan kulit sapi. Pada saat itu masih banyak orang yang memeluk agama Hindu dan menganggap hewan sapi merupakan hewan yang suci dan tidak boleh disakiti sehingga Sunan Kalijaga menyiasatinya menggunakan kulit kerbau. Inilah toleransi yang patut kita contoh

Sunan Kalijaga telah berhasil berdakwah menggunakan wayang kulit. Faktor-faktor berikut merupakan bagaimana Sunan Kalijaga menjadi dalang sekaligus menjadi juru dakwah melalui media pewayangan:

  1. Sunan Kalijaga paham betul karakter-karakter wayang yang dibawakan saat pentas wayang kulit dan juga dia paham isi cerita para lakon yang banyak bertema kehidupan sosial.
  2. Wayang merupakan budaya Jawa dari zaman sebelum Islam masuk di pulau Jawa sehingga masyarakat sudah sangat lekat dengan namanya budaya wayang. Sunan Kalijaga melihat ini sebagai peluang untuk media berdakwahnya sehingga beliau memilih untuk berdakwah menggunakan wayang kulit.
  3. Tema yang dibawakan Raden Sahid ketika mendalang adalah tema-tema tentang kehidupan sosial sehingga dengan tema tersebut dapat membius para penonton yang hadir pada pentas seni wayang dan juga dengan ditambah tokoh pewayangan yang dikarang oleh Sunan Kalijaga menarik perhatian para kalangan dari rakyat biasa hingga para Adipati.

Sebelum paragraf penutup lebih baiknya kita awali dahulu dengan memberikan quote dari Sunan Kalijaga

Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpa Bondho

Beliau sangat cerdas dalam berdakwah, tanpa menggunakan kekerasan tanpa menimbulkan pertumpahan darah dia berhasil dalam menyebarkan Islam di utara pulau Jawa. Pada saat ini, banyak peziarah-peziarah dari dalam maupun luar kota berbondong-bondong untuk mendoakan beliau karena jasa-jasanya yang cukup besar pada tanah Jawa. Semoga kita bisa mengambil ketauladanan dari Sunan Kalijaga. Amin

Muhammad Fernanda Raihan Fadlika

IMAN PKN STAN

Referensi:

Dandhel, Styvegi Arvio. 2013. Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa oleh Sunan Kalijaga Melalui Media Wayang Kulit. Jakarta : Universitas Indonesia

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.