Perebutan Ruang Ideologis dan Dinamika KMNU UGM

Oleh: Fahri Reza Muhammad (KMNU UGM)

.

Refleksi Perebutan Ruang Ideologis dan Dinamika KMNU UGM

Ruang sosial di universitas adalah ruang yang sangat luas. Latar belakang mahasiswa yang beraneka macam menjadikannya satu entitas yang nyata. Entitas keagamaan salah satunya. Karena pengaruh demografi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, pengklasifikasian secara global masyarakat mahasiswa terutama di kampus sekuler—mengecualikan kampus negeri atau swasta yang nonsekuler—lebih mudah terbagi menjadi mahasiswa muslim dan nonmuslim. Faktanya memang mahasiswa muslim di beberapa kampus sekuler memiliki total massa lebih banyak daripada mahasiswa nonmuslim. Hal ini berimplikasi pada munculnya organisasi mahasiswa berbasis Islam yang tidak sedikit jumlahnya. 

Sebelum melangkah lebih jauh, penulis mengingatkan bahwa tulisan ini menggunakan sudut pandang sebagai subjek yang berkecimpung ke dalam organisasi bernama KMNU UGM. Fakta yang disajikan merupakan pengalaman dan hasil renungan panjang selagi bertungkus lumus pada kegiatan formal dan ruang-ruang diskusi nonformal. Uraian dalam tulisan ini pun adalah refleksi dari pembacaan situasi dan kondisi yang terdapat di KMNU Universitas Gadjah Mada. Oleh sebab itu, pada dasarnya perbedaan sosio-kultural, perbedaan sudut pandang tiap-tiap orang berakibat pada perbedaan interpretasinya dalam memandang suatu entitas (organisasi) di dalamnya. Tulisan ini mencoba merefleksikan fenomena perebutan ruang ideologis dan arah gerak yang terjadi di tubuh KMNU UGM.

.

Perebutan Ruang Ideologis

Setelah membaca artikel berjudul Rangkaian Kisah Perjalanan KMNU UGM yang ditulis Dimas, Muna, dan Laila (2019), penulis memahami bahwa girah perjuangan KMNU UGM selama ini cenderung terkonsentrasi pada upaya-upaya konservasi amaliah NU. Amaliah semisal ziarah, ngaji kitab, dan shalawatan dilakukan secara rutin dan masif. Kemudian, lambat laun karena memang kepopulerannya itu, sambil berkelakar kami menjadikannya sebuah guyonan, “Kalau mau ikut NU secara kultural masuknya KMNU, kalau mau gaya NU secara struktural masuknya ke PMII.”

Di UGM sendiri, organisasi mahasiswa Islam yang cukup besar seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) UGM—masih saudara kandung dalam NU, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) UGM, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) UGM, LDK JS (Jama’ah Shalahuddin), Forsallam (Forum Silaturrahim Mahasiswa Muslim) UGM, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) UGM, serta organisasi mahasiswa Islam di level fakultas tumbuh subur. Masing-masing organisasi tersebut memiliki basis ideologi, visi, dan gerakan yang berlainan. Dari itu, perbedaan ini pada akhirnya memunculkan perebutan ruang ideologis dalam kampus. Untuk mempertahankan eksistensinya, tiap organisasi tersebut menggunakan amunisi, teknik, dan metode terbaik untuk memenangkan ruang.

Dilihat dari rekam jejaknya, manuver KMNU dari dulu hingga sekarang, khususnya di UGM memang telah berada di medan perebutan ruang. Meskipun termasuk lahir belakangan, karena KMNU UGM berdiri pada tahun 2001 (berbentuk komunitas) dan menemukan bentuk resminya sebagai organisasi pada tahun 2007, KMNU UGM tidak sepintas kalah dalam segi kuantitas. Salah satu faktornya adalah massa NU yang cukup banyak di UGM, ditambah mahasiswa yang punya rasa ketertarikan dan penasaran dengan Nahdlatul Ulama. Itu dibuktikan dengan minat anggota yang semakin melonjak dari tahun ke tahun. Pada penerimaan anggota baru KMNU UGM tahun 2021, tercatat hampir 100-an lebih nama pendaftar.

Faktor lain yang menjadi daya pikat KMNU UGM adalah personal branding yang dibangun para pengurus KMNU UGM. Penggunaan bahasa kekinian seperti Open House, First Gathering, Awliya (Aswaja Leadership Youth Camp), markas Kawah Candradimuka, serta nama Kabinet kepengurusan yang unik berbau ala bahasa Yunani, sebut saja Kabinet Super Galactic. Selain itu, ada nilai lebihnya, banyak pengurus KMNU UGM punya kesan humoris karena mayoritas alumni pondok pesantren yang terbiasa berhumor sejak menjadi santri.

.

Dinamika dan Girah Fikriyah

Penulis berkaca pada konsentrasi girah KMNU UGM—mungkin juga terjadi di KMNU perguruan tinggi lain—di awal tulisan yang menganakemaskan amaliah NU, bahwa pada butir (3) dan (4) dari tujuan berdirinya KMNU UGM yaitu “meningkatkan kualitas diri dan keilmuan” dan “mengembangkan potensi diri seluruh anggota KMNU UGM sebagai insan yang ilmiah, edukatif, dan aplikatif” acap kali kurang dimasifkan dan seolah dianaktirikan. Barangkali, hal ini dapat terbantah dengan adanya pelatihan-pelatihan yang berorientasi peningkatan skill dan intelektual. Meskipun begitu, penulis masih merasa ada “lubang” yang menjadikannya kurang. Poin kuncinya di sini adalah ekosistem yang mesti terbentuk. Walaupun awalnya memang dapat terbentuk dari pelatihan, namun kebanyakan berhenti di pelatihan-pelatihan saja, tindak lanjutnya hampa.

Girah fikriyah berupa ide tentang kesadaran bersama, gerakan intelektual mahasiswa muslim berbasis NU, semangat berbagi gagasan, dan misi kemanusiaan seperti yang digaungkan Gus Yahya (Ketua Umum PBNU) dan para sesepuh NU kurang tersentuh secara mendalam. Penulis menyadari bahwa perubahan dari dominasi kultur tradisional NU ke kultur dinamis NU sulit direalisasikan secara cepat.  Perlu semacam katalisasi, dukungan, dan kerja otak bersama atas pandangan yang jauh ke depan. Lantas kemudian, kader KMNU nantinya tidak hanya matang secara ideologis, akan tetapi tajam dan kritis dalam menilai persoalan masyarakat, agama, dan bangsa. Banyak isu masih terbuka dan menunggu digarap kader-kader KMNU. Isu pendidikan, budaya, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya. Ruang itu terbuka lebar dalam rangka misi dakwah Aswaja An-Nahdliyyah di lingkungan kampus dan masyarakat.

.

Akhir kalam, penulis membayangkan semacam rencana strategis yang diolah bersama secara matang, baik di level perguruan tinggi, regional, hingga pusat demi memperkuat visi, gerakan, dan jati diri KMNU ke depan. Tidak hanya sebatas mempertahankan apa yang sudah ada, tetapi juga menciptakan inovasi yang koheren dengan harakah Nahdlatul Ulama sekarang dan nanti. Di samping itu, semoga dengan gerak KMNU yang semakin dinamis, turut lahir para intelektual berkompeten yang mampu bersinergi bersama di bidang keahliannya masing-masing.

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.