Peran KMNU Mengatasi Ancaman Kegagalan Gerakan Kepemudaan #2

Menarik rupanya melihat rekam jejak sejarah gerakan kepemudaan kita. Jika dicermati, selalu ada pola yang terus berulang. Diawali dengan munculnya tokoh pemuda dengan gerakan yang bersifat sporadis dan diaspora. Lalu seiring waktu mendewasakan, gerakan-gerakan ini bersatu dan memberi dampak. Ketika nasib telah memuliakan mereka dengan kekuasaan atau jabatan, mulai tampak kepentingan politik dan pergeseran ideologi yang khas dengan keragaman bangsa Indonesia. Bhinneka tunggal ika dikesampingkan dan dipaksa untuk diseragamkan.

Gerakan pemuda pertama dalam sejarah Indonesia dimulai sejak pra kemerdekaan. Muncul gerakan bersifat kedaerahan dan sporadis seperti Jong Celebes, Jong Java, Jong Bali, Budi Oetomo, dan sebagainya. Hingga, menjelang kemerdekaan, gerakan-gerakan ini berproses dan bersatu seiring dengan matangnya pemuda macam Sukarno, Hatta, Sjahrir, Moh. Yamin, Mas Mansur, dan lainnya. Namun, pasca kemerdekaan, masing-masing pemuda ini sedikit mengalami pergeseran goal dan visi bersama. Akibatnya, muncullah pemberontakan-pemberontakan, seperti Alimin, Musso, Kartosuwiryo, Tan Malaka, dan sebagainya. Cukup ironis memang, karena mereka dulunya adalah kawan akrab yang saling membantu dalam perjuangan kemerdekaan.

Sejarah besar gerakan pemuda berikutnya adalah pada dekade 60-70an. Saat itu, mahasiswa dengan kritis menjadi oposisi pemerintah yang dimotori oleh legenda aktivis mahasiswa, Soe Hok Gie. Didahului dengan munculnya organisasi- organisasi mahasiswa macam HMI, KAMMI, PPMI, GMNI, PMKRI, dan lainnya di awal-awal kemerdekaan. Kemudian, gerakan ini bersatu-padu mengkritisi kebijakan pemerintah dan rezim orde lama. Namun, begitu rezim orde lama jatuh, masing-masing gerakan kehilangan impian besar yang menyatukan mereka. Masing-masing kelompok berebut kepentingan dan berusaha menjilat pemerintahan baru rezim Soeharto. Sayangnya, Soe Hok Gie yang menjadi think tank gerakan pemuda saat itu sudah lebih dulu dipanggil oleh Tuhan. Sepertinya, keberlanjutan gerakan kepemudaan saat itu akan lebih menarik jika Soe Hok Gie tidak meninggal secepat itu.

Sedihnya, pola kegagalan gerakan pemuda diatas terulang kembali di era orde baru. Kebijakan represif rezim Soeharto lama-kelamaan rupanya berdampak besar bagi mahasiswa saat itu. Gelombang aksi demo dan protes bermunculan di akhir tahun 80-90an. Ketidakpuasan rakyat, dalam hal ini khususnya mahasiswa terhadap Pemerintah, menimbulkan gerakan kepemudaan baru dan membangkitkan yang lama. Dimulai dengan aksi damai yang kemudian menjadi semakin sengit dan keras penentangannya. Namun lucunya, ketika mereka berhasil melakukan reformasi menjatuhkan rezim orde baru, lagi-lagi politik memecah belah kepentingan dan tujuan para pemuda reforman ini.

Barangkali, pola seperti inilah yang menyebabkan Indonesia sampai hari ini selalu gagal take off. Ketika segalanya telah siap, pesawat Indonesia akan segera lepas landas, tiba-tiba masing-masing co-pilot mengubah arah dan tujuan masing- masing. Jadilah pesawat Indonesia gagal take off karena tak ada tujuan utama yang jelas dan kuat. Ibarat krisis yang selalu menyertai transisi rezim kepemimpinan, pesawat Indonesia ini terhempas kembali ke permukaan bumi.

Melihat pola pergerakan pemuda saat ini, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gerakan-gerakan kepemudaan sebelumnya. Menjelang Seabad Indonesia Merdeka, banyak bermunculan gerakan-gerakan kepemudaan di berbagai tempat. Gerakan sosial, startup, komunitas, dan bentuk organisasi lainnya menjamur begitu cepatnya. Namun, hingga hari ini belum terbentuk suatu kesatuan visi besar yang akan memperkuat dampak gerakan-gerakan diaspora ini.

Positifnya, kita jadi sadar bahwa negeri ini tak pernah kurang sumber dayanya, baik alam maupun manusia. Namun, karena rasa persatuan dan ikatan kebangsaan yang lemah, bibit-bibit unggul penerus bangsa ini hanya menjadi diaspora, tak mampu optimal merawat kemerdekaan yang sudah didapat. Kondisi ini jika dibiarkan tentu akan menjadi beban pemberat Indonesia untuk mencapai take off menjadi negara maju.

Hari ini, tantangan besar menanti para pemuda penggerak perubahan ini untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Apakah gerakan kepemudaan kali ini akan mengulang kembali kegagalan masa lalu? Kebingungan pasca kemerdekaan, kehilangan idealisme ketika berubah posisi menjadi pemangku jabatan, atau kemudian malah saling berebut dan menjatuhkan untuk mendapatkan kursi pimpinan. Ataukah gerakan kepemudaan kali ini benar-benar kuat memegang teguh idealisme yang dibawa? menjunjung tinggi persatuan dan kepentingan rakyat, serta konsisten dengan visi jangka panjang dan misi yang realistis.

Disinilah peran yang bisa diambil oleh Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama (KMNU). KMNU yang notabene adalah sekumpulan santri yang mendapat keutamaan menikmati jenjang mahasiswa tentu telah terbiasa hidup dengan cara berjamaah, bermasyarakat. Kehidupan pesantren yang juga memiliki berbagai ragam corak latar belakang seperti kyainya, santrinya, sukunya, usianya, dan bahkan pemikiran-pemikiran santrinya seharusnya bisa membentuk sikap toleransi dan rasa saling menghargai yang kuat. Disinilah peran penting yang bisa diambil oleh santri-santri KMNU, yaitu peran menyatukan bangsa melalui gerakan- gerakan pemikiran produktif. Gerakan pemikiran produktif ini mengutamakan diskusi dan menghindari perdebatan, menonjolkan ajakan yang bersifat persuasif ketimbang yang bersifat argumentatif.

Hal ini menjadi pilihan terbaik mengingat saat ini, santri-santri KMNU telah banyak bergabung bahkan memimpin gerakan-gerakan kepemudaan yang marak bermunculan di Indonesia. Melalui kapasitas dan jaringan yang dimiliki tersebut, marilah kita hidupkan kembali pemikiran-pemikiran yang menyatukan ke- bhinneka-an kita sebagai bangsa Indonesia. Bahkan, jika perlu kita tanggalkan sejenak sikap ashabiyah ke-NU-an kita dalam rangka memunculkan persatuan bangsa ini, khususnya umat Islam itu sendiri. Hal konkret yang paling mudah misalnya, kembali menggalakkan kajian dan diskusi ilmiah yang sudah mulai banyak ditinggalkan atau dilakukan dengan cara yang pragmatis. Output yang diharapkan dari kajian dan diskusi tersebut adalah tulisan dan pemikiran yang memberikan ide dan konsep yang segar untuk kehidupan ke-bhinneka-an kita di Indonesia. Ide dan konsep inilah yang diharapkan nanti dapat dieksekusi menjadi suatu gerakan persatuan bangsa Indonesia.

Gerakan pemikiran ini menjadi penting untuk mengawali pergerakan untuk kembali menyatukan ideologi dan persatuan. Selain itu, juga berfungsi untuk memperkuat ikatan ideologis yang akan digunakan sebagai landasan gerakan. Hal ini tidak berarti membuat dasar ideologi kebangsaan baru, hanya memperkuat dan mempersatukan visi bangsa Indonesia yang sudah ada. Mengingat gerakan-gerakan kepemudaan sebelumnya gagal karena perpecahan misi dan kurangnya rasa saling menghargai. Berhasil atau tidaknya gerakan ini, tidak ada salahnya untuk dicoba sembari menunggu dan mempersiapkan kelak bagaimana kondisi Indonesia dalam usia satu abadnya, Indonesia Emas 2045.

Selamat Hari Sumpah Pemuda.

Hidup Pemuda Indonesia!

Hidup Mahasiswa Indonesia!

Hidup Santri Indonesia!

(Khoirul Fahmi)

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.