Indonesia dibangun Agamawan, dengan Dalih Agama Engkau Merusaknya?

Sudah 71 tahun lalu Indonesia merdeka, kemerdekaan yang diperoleh dengan darah dan meregang nyawa. Perlawanan demi perlawanan terus dilakukan oleh rakyat Indonesia. Siapakah yang memimpin mereka? Ternyata tidak sedikit dari para tokoh adalah kaum agamawan (ulama’, kiai, pemimpin agama, dan santri). Para pemimpin bukanlah para adipati, pengusaha, tuan tanah, dan sekelik-sekeliknya. Takbir dikumandangkan dengan lantang, atas dasar agama dan cinta tanah air para masyarakat di bawah komando para ulama bahu-membahu mengusir penjajah. Ketika kita membuka kembali sejarah, ulama’ berperan penting dalam pembangunan Indonesia dari periode ke periode.

Periode pertengahan (abad ke 19) muncul agamawan-agamawan seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, dan lain-lain. Mereka selain bangsawan juga tokoh agama, bahkan mereka rata-rata mengenyam pendidikan dari pesantren-pesantren atau ulama’-ulama’ di Nusantara.

Permulaan abad 20, lahir tokoh-tokoh perjuangan dari kalangan santri sebagai pelopor gerakan anti penjajah diantaranya adalah Raden Ajeng Kartini, beliau adalah santri ulama besar Nusantara yang keilmuwannya di akui dunia yang biasa kita kenal Mbah Sholeh Darat. Bahkan ungkapan “habis gelap terbitlah terang” bermula dari rasa terimakasih Kartini kepada Kiai Sholeh Darat yang memberinya kado tafsir al-quran karangan beliau pada pernikahan Kartini.

Sejarah mencatat bahwa peran ulama cukup besar dalam sejarah kemerdekaan dan semangat mengusir penjajah. Awal mula datang penjajah ke tanah air sudah dihadang oleh para ulama’, hingga perang merebut kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, bahkan menjaga keutuhan bangsa dan negara. Ulama’ sudah berperan sejak masa kerajaan Islam. Tercatat tokoh-tokoh pemimpin masyarakat selain bangsawan mereka juga agamawan, seperti penakluk Batavia yaitu Fatahillah, Sultan Hairun dari Ternate Tidore, Raja Kesultanan Banten Sultan Agung, dan lain lain. Mereka tidak hanya pemimpin kerajaan, tapi mereka juga para ulama’ yang menyebarkan agama Islam.

Sejarah telah menuliskan cerita bahwa negara ini dibangun oleh ulama’ dan santri (kaum agamawan), baik muslim maupun non muslim seperti I Gusti Ngurah Rai, Pattimura, dll. Musuh mereka adalah penjajah, mereka tak membedakan kepercayaan diantara pengikut-pengikut atau laskarnya. Peristiwa 10 November 1945 menjadi bukti pengaruh agamawan dalam menggerakkan semangat anti penjajah, resolusi jihad oleh Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari, Pekikan Takbir oleh Bung Tomo, dan komando taktis di medan tempur oleh Kiai Abbas Buntet mampu mengusir penjajah dari bumi Surabaya. Apakah hanya umat Islam yang berjuang? Tentu tidak, semua elemen masyarakat terlibat dalam peristiwa heroik tersebut.

Perang mempertahankan kemerdekaan memberi bukti lebih terang lagi akan peran agamawan dalam megusir penjajah dari bumi pertiwi. Sebagai penasehat dan tokoh-tokoh panutan kita kenal Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan. Sebagai pembakar semangat dan ahli diplomatis kita kenal M. Hatta, Bung Tomo, Ir. Sukarno, dll. Sebagai pemimpin medan pertempuran kita kenal Jendral Sudirman, Kiai Abbas Buntet, Kiai As’ad, Kiai Wahab, Kiai Zainal Musthofa, KH, Gholib Pringsewu Lampung, dll. Mereka semua adalah kaum agamawan yang mencintai negerinya. Berjuang melawan kebatilan penjajah.

Sayang sekali, bukti-bukti sejarah bahwa negeri ini dibangun oleh agamawan yang berjiwa nasionalisme seperti ditutupi, bahkan sekarang agama dibenturkan dengan rasa nasionalisme. Indonesia bukan Darul Islam (negara islam), tetapi Indonesia adalah Darul Ishlah (negara damai), dengan nilai-nilai ajaran agama (syariat) dan norma tercermin dalam konstitusi dan hukum negara.

Indonesia dibangun oleh agamawan, jangan dengan dalih agama engkau merusaknya.  Percayalah, tidak ada kesejahteraan dan ketentraman dalam perang, Rosul SAW tidak pernah mengangkat senjata kecuali musuh (kafir harbi) mengangkat senjata terlebih dahulu, dan tidak ada yang namanya kafir harbi di Indonesia ini. Umat beragama di Indonesia hidup rukun bertahun-tahun, jangan dirusak apalagi dengan dalih agama. Jika engkau dihina, maka tunjukkanlah budi luhurmu seperti Rosul mencontohkan hingga yang menghinamu merasa malu. (Rosihun/Eff)

Semoga Allah SWT melindungi umat Islam dari fitnah, melindungi bangsa Indonesia dari perpecahan,

wallohul musta’anu ila ahsanil haal. Amiiin

SELAMAT HARI PAHLAWAN NASIONAL

10 November 2016

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.