Sarung dan Kopiah sebagai Ciri Khas KMNU

Kader KMNU identik dengan seorang santri yang bersahaja. Dalam kegiatan akbar yang dihelat oleh KMNU pun tak lepas dengan ciri khas santrinya, yaitu sarung dan kopiah. Hal yang menarik selalu bisa ditemukan dalam perhelatan Munas KMNU yang diselegarakan di Semarang kemarin. Tak terkecuali pada perhelatannya yang ke 3 di pondok pesantren Ash Shodiqiyyh, Semarang. Kali ini yang cukup menarik Adalah tata cara berpakaian para peserta Munas. Sarung yang melekat di kepala dan tubuh peserta MUNAS KMNU ke 3 seakan menjadi ciri khas acara tahunan terbesar Kmnu.

Sebagai informasi, Peserta munas KMNUtahun ini diikuti oleh perwakilan KMNU dari  14 perguruan tinggi di tanah air dan 1 PKMNULN dari Malaysia. Para peserta berkumpul di semarang selama tiga hari untuk menentukan langkah langkah KMNU kedepannya serta mengevaluasi satu tahun kepengurusan yang telah berlalu. Walaupun berasal dari berbagai kampus di Indonesia dan Malaysia, para peserta disatukan oleh dresscode yang secara tidak tertulis menjadi ciri khas peserta MUNAS: bersarung dan berkopiah.

Seperti menjadi budaya bagi para santri terutama yang berasal dari pondok pesantren salaf untuk memakai peci dan sarung untuk santri putra. Kebiasaan yang telah mengakar dari awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia inilah yang menjadikan santri seperti identic dengan peci dan sarung.

Tidak hanya secara historis sarung selalu melekat pada kebudayaan kaum santri, namun pilihan terhadap sarung juga disebabkan oleh kenyamanan dan kemudahan bagi pemakainya. “memakai Sarung membuat saya bebas bergerak, selain mudah untuk menghindari najis.” ujar Alfin Mubarok, Salah seorang peserta dari kmnu Malaysia.

Tak hanya itu, salah seorang peserta lain, Zimamul Adli, bahkan memiliki cerita menarik ketika dia menginisiasi IPB sarung challenge di kampusnya. “Program yang pernah saya dan teman teman laksanakan di kampus pada saat itu memang bertujuan untuk Mengukuhkan sarung sebagai simbol perjuangan kaum santri di tengah tengah era globalisasi. Apalagi di era sekarang ini sangat sulit untuk mendeteksi seseorang yang benar benar mumpuni ilmu agamanya lewat nyantri dibanding yang berasal dari golongan lain.”

Seperti yang dikatakan oleh ustadz Adly, seorang pegiat dakwah KMNU, dasar utama para santri bersarung bisa didapatkan di bait bait Maulidur diba’i yang menggambarkan ciri umat nabi Muhammad yang bersarung. Bukan hanya itu, dalam syamail Muhammadiyah juga diterangkan mengenai tuntunan rasulullah yang memakai sarung. Mungkin dua hal ini yang menjadikan kaum santri begitu suka memakai sarung.

Tak pelak, alasan yang kuat tersebut menjadikan sarung sebagai pilihan utama kaum santri, seperti para peserta MUNAS KMNU ke 3. Sehingga tanpa dikomando pun, MUNAS ke 3 dan semoga dalam masa yang akan datang, sarung akan selalu melekat di belikat para santri, terutama para thullab KMNU dimanapun berada. (Ighfar/Etha)

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.