Penggunaan Antibiotik pada Ternak, untuk apa? (Bagian I)

Antibiotik merupakan salah satu dalam hal medis yang kerap kali kita dengar. Pemberian antibiotik terkadang diluar kendali karena minimnya pengawasan dan pengetahuan akan penggunaan antibiotik itu sendiri. Terkadang ketika menggunakan antibiotik dengan dosis tertentu, pasien akan cenderung tidak “menyelesaikan” penggunaan antibiotik, namun menyudahi dengan dalih kesehatan telah membaik. Padahal penggunaan antibiotik harus “dihabiskan” untuk “membrantas” tuntas mikroba penyebab penyakit. Tak hanya pada penggunaan untuk tindakan medis pada manusia, antibiotik juga akrab digunakan dalam sektor pertanian, terutama peternakan dan perikanan. Beberapa fakta penyebutkan bahwa penggunaan antibiotik pada sektor pertanian lebih tidak terkendali dari pada penggunaan antibiotik sebagai obat medis untuk manusia. Miris memang mendengarnya, tapi inilah fakta yang mungkin akan sulit menemukan datanya.

Kembali menilik sejarah tentang antibiotik. Kita ingat bahwa perang dunia melahirkan penemuan dahsyat untuk dunia medis. Alexander Fleming (1928) berhasil menemukan bakteri Penisilium notatum yang kala itu dapat dimanfaatkan untuk obat yang dapat membantu para tentara yang terluka. Tak hanya sebatas itu saja, perkembangan penelitian dan pengembangan antibiotik terus melesat hingga kini. Jadi, jikalau antibiotik banyak digunakan secara meluas saat ini bukan karena hanya penemuannya tapi juga manfaat yang dirasa. Namun, dibalik banyak manfaat dari antibiotik perlu diketahui bahwa antibiotik juga dapat menyebabkan bebrapa dampak buruk bagi kesehatan, seperti adanya resistensi baketeri.

Pada dasarnya antibiotik merupakan substansi kimia yang berasal dari derivasi dari fungi (jamur), bakteri, dan organisme lain yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bibit penyakit (Davey, 2000). Seiring  dengan perkembangan ilmu kimia dalam bidang kesehatan, antibiotik dapat diproduksi secara sintesis. Klasifikasi antibiotik berdasarkan keorisinilannya terdapat antibiotik yang natural, semi-sintesis, dan sintesis (Edwards et al., 1976), sedangkan berdasarkan pengaruhnya terhadap mikroorganisme, antibiotik diklasifikasikan kedalam bakteriocidal, kill baceteria, dan bacteriostatic yang menghambat pertumbuhan bakteri (Norcia et al., 1999).

Kali ini saya akan membahas penggunaan antibiotik yang banyak digunakan pada sektor pertanian. Industri peternakan maupun perikanan banyak menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik sebagai antibiotic growth promotor (AGP) telah diaplikasikan pada pakan unggas sejak 60an tahun yang lalu di amerika serikat dan beberapa Negara. Secara resmi pada tahun 1951 Amerika melegalkan penggunaan antibiotik pada pakan ternak melalui badan pangan dan obat-obatan, namun pada saat itu belum disertai resep dokter hewan. Uni Eropa juga mulai menerapkan menggunaan antibiotik berkisar tahun 1950-1960 (Jones and Ricke, 2003).

Tujuan utama penggunaan antibiotik adalah untuk melindungi unggas dari organisme patogen, menjaga kesehatan, memacu pertumbuhan, meningkatkan efisiensi pakan, dan miningkatkan kualitas karkas. Jenis antibiotik yang popular digunakan dalam industri unggas adalah virginiamycin dan bambermycins, yang dilaporkan mampu meningkatkan pertumbuhan unggas pedaging dan kalkun (Salmon and Steven, 1990). Secara subklinis avoparcin, bacitracin methylenedisalisylic acid, efrotomycin, lincomycin, penicillin, G. procaine, and virginiamycin juga dapat meningkatkan pertambahan bobot tubuh dan efisiensi pakan ayam jantan (Feighner and Dashkevicz, 1987). Hasil penelitian Miles et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan virginiamycin pada corn-soybean dapat mestimulasi peningkatan bobot tubuh dan jumlah cell absorbtive per unit length dalam usus ayam broiler. Secara fisiologis antibiotik mampu meningkatkan kapasitas absorbsi nutrien dan memacu pertumbuhan ternak. Selain itu, beberapa penelitian juga melaporkan bahwa pemberian antibiotik pada ternak memiliki korelasi positif terhadap mikroba saluran pencernaan dimana AGP dapat mengontrol penyakit melalui modifikasi seleksi dan meningkatkan microflora usus, menurunkan bakteri fermentatif dan mencegah infeksi penyakit, serta meningkatan status kesehatan ternak. (Etha ‘Azizah Hasiib)

*Penulis merupakan alumnus Ilmu Peternakan UGM

Sumber Pustaka

Davey P.G. 2000. Antimicrobial chemotherapy. In Concise Oxford Textbook of Medicine, eds. Ledingham JGG and Warrell DA, pp. 1475. Oxford University Press, Oxford.

Edwards, E.I., R. Epton , and G. Marr. 1976. A new class of semi-synthetic antibiotics: ferrocenyl-penicillins and-cephalosporins. Journal of Organometallic Chemistry 107, 351- 357.

Feighner, S.D. and M. P. Dashkevicz. 1987. Subtherapeutic levels of antibiotics in poultry feeds and their effects on weight gain, feed efficiency, and bacterial cholyltaurine hydrolase activity. Applied and Environmental Microbiology 53, 331-336.

Jones, F.T. and S. C. Ricke. 2003. Observations on the history of the development of antimicrobials and their use in poultry feeds. Poultry Science 82, 613-617.

Miles R.D., G. D. Butcher, P. R. Henry, and R. C. Littell. 2006. Effect of antibiotic growth promoters on broiler performance, intestinal growth parameters, and quantitative morphology. Poultry Science 85, 476-485

Norcia L. J. L., A. M. Silvia, and S. F. Hayashi. 1999. Studies on time-kill kinetics of different classes of antibiotics against veterinary pathogenic bacteria including Pasteurella, Actinobacillm and Escherichia coli. The Journal of Antibiotics 52, 52-60.

Salmon, R. E. and V. I. Stevens. 1990. Effect of bambermycins (Flavomycin®) in diets for growing turkeys. Poultry Science 69, 1133-1140.

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.