Oleh: Adam Rouf Hidayat
KMNU UNILA
Dalam kehidupan modern ini banyak individu secara lahiriyah tampak sehat, terpenuhi segala macam kebutuhan material. Tetapi apabila ditelusuri lebih jauh, fakta menunjukan bahwa sebagian besar individu yang hidup di tengah-tengah masyarakat tersebut menderita penyakit mental yang cukup parah, sehingga pada stadium berikutnya akan mengerogoti ketahanan fisik.
Gangguan mental dapat berakar dari tidak terpenuhinya kebutuhan psikis dasar yang berasal dari kekhasan eksistensi manusia yang harus dipuaskan, tetapi cara memuaskan psikis itu bermacam-macam, dan perbedaan cara pemuasan kebutuhan tersebut serupa dengan perbedaan tingkat gangguan mental.
Seiring perkembangan pemikiran dan peradaban manusia, perhatian manusia terhadap kesehatan mental semakin meningkat, sebab manusia semakin sadar bahwa kehidupan yang layak adalah manakala seseorang dapat menikmati hidup ini bersama-sama, berdampingan dengan orang lain. Kehidupan seseorang yang mengalami gangguan mental, tidak kurang pedihnya dari penyakit jasmani.
Puasa sangat berkaitan dengan ide latihan atau riyadlah (exercise), yaitu latihan keruhanian, sehingga semakin berat, semakin baik, dan utama, maka semakin kuat membekas pada jiwa dan raga seseorang yang melakukannya.
Kekhasan ibadah puasa adalah sifatnya yang pribadi atau personal, bahkan merupakan rahasia antara seseorang manusia dengn Tuhannya. Puasa merupakan latihan dan ujian kesadaran akan adanya Tuhan Yang Maha Hadir (ompripresent) dan yang mutlak tidak pernah lengah sedikitpun dalam pengawasan-Nya terhadap tingkah laku hamba-hamba-Nya. Kesadaran seseorang akan beradaan Tuhan itu akan menjadikan dirinya senantiasa mengontrol emosi serta perilakunya, sehinga muncul keseimbangan lahiriyah dan batiniyah.
Bila ibadah puasa ditelaah dan direnungkan akan banyak sekali ditemukan hikmah dan manfaat psikologisnya. Misalnya saja, bagi mereka yang senang berpikir mendalam dan merenungkan kehidupan ini, maka puasa mengandung falsafah hidup yang luhur, dan bagi mereka yang senang mawas diri dan berusaha turut mengahayati perasaan orang lain, maka mereka akan menemukan prinsip-prinsip hidup yang sangat berguna. Disadari atau tidak disadari, puasa akan berpengaruh positif kepada rasa (emosi), cipta (rasio), karsa (will), karya (performance), bahkan kepada ruh, jika syarat dan rukunnya dipenuhi dengan sabar dan ikhlas
Puasa merupakan momentum berharga untuk menghadirkan mental yang sehat, sebab dalam puasa terkandung latihan-latihan kejiwaan yang harus dilalui, misalnya berlaku jujur dengan menahan lapar dan dahaga baik di kala bersama orang lain mapupun saat sendirian.
Menurut pendapat Saparinah Sadli, guru besar Fakultas Psikologi UI tentang kesehatan mental, yaitu kesehatan mental adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang mana ia tidak mendapatkan gangguan atau penyakit jiwa, sehingga ia mampu menyesuaian diri dengan dirinya sendiri serta lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara harmonis dan seimbang.
Dalam pandangan psikologi Islam, penyakit mental yang biasa berjangkit pada diri manusia, antara lain riya’, hasad, tamak dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dengan berpuasa manusia dapat selalu melatih drinya dari segala dampak buruk yang sangat beresiko pada jiwa spiritual dan juga psikologisnya. Maka dari itu, berpuasa bukan hanya dilakukan untuk mendapatkan ridho atau barokah dari Rabbnya melainkan ada beberapa motivasi seseorang untuk berpuasa, salah satunya adalah menjaga diri dari segala penyakit yang datang dari beberapa hal-hal buruk itu yang dapat berakhir dengan rusaknya mental ataupun karakter.