NU, NKRI, dan Maqashid Syariah: Sinergi Islam dan Kebangsaan

Prolog

Sebagai organisasi sosial keagamaan di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar yang menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA). Ajaran ASWAJA ke-NU-an tercermin dalam pedoman yang dianutnya, meliputi bidang aqidah, syariah, dan akhlak. Tradisi NU dalam aqidah menganut pola pemikiran Asya’ariyah dan Maturidiyah. Di bidang syariah, NU mengikuti empat madzhab, yaitu: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, sedangkan dalam bidang tasawwuf, NU menapaki jejak Imam Al-Ghazali, Imam Abi al-Hasan al-Syadily, dan imam-imam lainnya yang sejalan dengan faham ASWAJA.

Penulis melihat NU bersikap tawasuth dan i’tidal (baca: moderat). Ciri dari sikap ini mengandung dua ketetapan, yaitu tegas dalam hal al-Qath’iyyat (kepastian) dan toleran dalam menyikapi al-Dzanniyat. Misalnya, dalam menyikapi budaya, NU tidak apriori untuk menolak dan menerima. Konsep “Al-Muhafadzatu ‘ala Qodimi al-Sholih, wa al-Akhdu bi al-Jadidi al-Ashlah” mampu membawa NU untuk selalu bersikap toleran dalam menyikapi berbagai permasalahan, sehingga dengan sikap ini NU mudah diterima oleh masyarakat.

NU memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Ulama NU berpendapat bahwa memperjuangkan kemerdekaan sama halnya memperjuangkan agama, karena dengan kemerdekaan itu nilai-nilai Maqashid Syariah dalam Islam dapat terealisasi dengan baik. Lantas bagaimana organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia ini dapat terbentuk? Siapakah inspirator atas berdirinya NU? Adakah hubungannya dengan Syaikhona Kholil Bangkalan? Mari sejenak menilik profil beliau agar kita tahu siapa dan apa peranan beliau dalam tapak tilas sejarah berdirinya ormas terbesar di Nusantara ini.

Profil

Selasa, 11 Jumadil Akhir 1235 H bertepatan dengan 27 Januari 1820 M, di Kampung Senenan, Kemayoran, Kabupaten Bangkalan, ujung barat Pulau Madura, Jawa Timur, lahirlah Muhammad Kholil, seorang bayi laki-laki yang kelak menjadi ulama, guru para kiai se-Nusantara. Syaikhona Kholil kecil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH. Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah kandungnya berharap agar anaknya dikemudian hari menjadi pemimpin umat dan mengikuti jejak Sunan Gunung Jati dalam berdakwah.

Sejak kecil, ayah Syaikhona Kholil mendididiknya dengan sangat ketat. Syaikhona Kholil diusia kecilnya sudah menunjukkan bakatnya yang istimewa. Kehausannya akan ilmu, terutama ilmu fiqh dan nahwu sangatlah luar biasa. Bahkan Nadzham Alfiyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sudah ia hafal dengan baik sejak di usia muda. Beliau lalu melanjutkan pendidikan ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu atas dasar keinginannya dan harapan orang tuanya.

Tahun 1850-an Syaikhona Kholil muda nyantri kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Lalu, beliau pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini, beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan –masih mempunyai pertalian keluarga dengan Syaikhona Kholil– yang menetap di Sidogiri. Jarak antara Keboncandi dan Sidogiri sekitar 7 Kilometer. Akan tetapi, demi mendapatkan ilmu, Syaikhona Kholil muda rela melakoni perjalanan yang terbilang lumayan jauh itu setiap harinya. selain itu, di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin. Hal ini dilakukannya hingga mampu khatam berkali-kali.

Meskipun kedua orang tuanya secara ekonomi tergolong mampu, Syaikhona Kholil muda merupakan sosok pribadi yang mandiri. Ia pernah menjadi buruh batik saat nyantri di Keboncandi. Hasil kerja buruh batik mampu mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Kemandirian Syaikhona Kholil muda dan ketekunannya dalam mencari ilmu juga tampak saat ia berkeinginan melanjutkan perjalanannya dalam menimba ilmu ke Mekkah. Pada masa itu belajar ke Mekkah merupakan cita-cita semua santri. Untuk mewujudkan impiannya kali ini, lagi-lagi Syaikhona Kholil muda tidak menyatakan niatnya kepada orangtuanya, apalagi meminta ongkos kepada kedua orangtuanya.

Demi mewujudkan impiannya, ia memutuskan untuk pergi ke sebuah pesantren di Banyuwangi. Kebetulan pengasuh pesantren ini terkenal mempunyai kebun kelapa yang cukup luas. Selain sebagai santri, Syaikhona Kholil meluangkan waktunya untuk menjadi buruh pemetik kelapa di kebun pengasuhnya tersebut. Upah yang diterima dari pekerjaan ini adalah 2,5 sen untuk setiap pohonnya. Uang yang diperolehnya tersebut ditabung untuk modal menuntut ilmu ke Mekkah, sedangkan untuk makan Syaikhona Kholil menyiasatinya dengan mengisi bak mandi, mencuci, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Tidak hanya menjadi abdi kiai, Syaikhona Kholil bahkan pernah menjadi juru masak teman-temannya.

Saat usianya mencapai 24 tahun, Syaikhona Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah. Sebelum berangkat ke Mekkah, Syaikhona Kholil terlebih dahulu menikah dengan anak perempuan Lodra Putih yang bernama Nyai Asyik. Setelah menikah, barulah beliau berangkat ke Mekah. Selama pelayaran, Syaikhona Kholil berpuasa semata-mata mendekatkan diri kepada Allah agar selamat.

Sesampainya di Mekkah, ia berguru kepada guru-guru Timur Tengah ternama, diantaranya Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki, Syeikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani. Teman seangkatan Syaikhona Kholil di antarnya: Syeikh Nawawi Al-Bantani, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dan Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadani. Selama belajar di Mekah, Syaikhona Kholil sering sekali memakan kulit buah semangka. Kebiasaan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh ajaran ngrowot (vegetarian) dari Imam Al-Ghazali, salah seorang ulama yang dikagumi dan menjadi panutannya, maka tak heran jika Syaikhona Kholil di Mekkah lebih banyak makan kulit buah semangka dari pada makanan lain yang lebih layak. Realitas ini bagi teman-temannya, cukup mengherankan. Mereka semua tak habis pikir dengan kebiasaan dan sikap keprihatinan temannya itu

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari di Mekah, Syaikhona Kholil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar disana. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara Syeikh Nawawi Al-Bantani, Syaikhona Kholil, dan Syeikh Shaleh As-Samarani (Semarang) untuk menyusun kaidah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura, dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

Sepulang dari menimba ilmu dari Mekah, Syaikhona Kholil dikenal sebagai ahli/pakar nahwu, fikih, tarekat, dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau juga dikenal sebagai orang yang “waskita” weruh sak durunge winarah (tahu sebelum terjadi). Untuk mengembangkan pengetahuan ke-islam-an yang telah diperolehnya, akhirnya Syaikhona Kholil memutuskan untuk mendirikan sebuah pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer ke arah Barat Laut dari desa kelahirannya.

Banyak santri yang terus belajar ke beliau karena keilmuan yang dimiliki. Banyak pula yang kelak menjadi tonggak kepemimpinan di pesantrennya itu. Setelah putrinya yang bernama Siti Khatimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu kiai Muntaha, Syaikhona kholil lalu menyerahkan pesantrennya di Cengkubuan kepada menantunya tersebut, kemudian beliau mendirikan sebuah pesantren lagi di daerah Kademangan –sekitar satu kilometer dari desa Cengkubuan– yang terletak di pusat kota tepatnya di sebelah Barat alun-alun Kabupaten Bangkalan. Santri yang menimba ilmu di pondok yang baru ini tak hanya santri desa-desa sekitar, namun dari berbagai daerah juga banyak yang berdatangan menuntut ilmu. Tercatat santri pertama yang datang dari Jawa itu bernama KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang.

Syaikhona Kholil adalah seorang ulama yang benar-benar bertanggung jawab terhadap pertahanan, kekukuhan, dan maju-mundurnya agama dan bangsanya. Beliau sadar bahwa pada zaman ia hidup, bangsanya dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama. Syaikhona Kholil memiliki cara sendiri dalam melawan penjajahan asing ini, diantaranya sebagai berikut:

Pertama, beliau aktif dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Syaikhona Kholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh, dan memiliki integritas yang tinggi, baik kepada agama maupun bangsa. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ulama dan pejuang kemerdekaan yang lahir dari tangannya, diantaranya yaitu: KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Ir. Soekarno, dan pemimpin lainnya.

Diantara sekian banyak murid Syaikhona Kholil yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam di antaranya; KH. Hasyim Asy’ari –pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdlatul Ulama–, KH. Abdul Wahab Chasbullah –pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang–, KH. Bisri Syansuri –pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang–, KH. Ma’shum –pendiri Pondok Pesantren Lasem, Rembang–, KH. Bisri Mustofa –pendiri Pondok Pesantren Rembang–, dan KH. As’ad Syamsul `Arifin –pengasuh Pondok Pesantren Asembagus, Situbondo–.

Kedua, Syaikhona Kholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka,akan tetapi beliau lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar saat beliau tak segan-segan memberi suwuk –mengisi kekuatan batin dan tenaga dalam– kepada para pejuang kemerdekaan. Syaikhona Kholil pun tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian para pejuang tanah air masa itu. Ketika Belanda mengetahuinya, Syaikhona Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri,akan tetapi dengan ditangkapnya Syaikhona Kholil justru malah membuat pusing pihak Belanda karena ada kejadian-kejadian yang tidak masuk akal seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara. Hal ini membuat mereka harus berjaga ekstra agar tidak dapat melarikan diri. Hari-hari berikutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Syaikhona Kholil. Bahkan banyak masyarakat yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Syaikhona Kholil untuk dibebaskan saja.

Syaikhona Kholil & Sejarah Berdirinya NU

Syaikhona Kholil merupakan inspirator berdirinya Nahdlatul Ulama. Hal ini dinyatakan dari salah satu muridnya, KH. As’ad Syamsul rifin, yang menjadi penghubung antara Syaikhona Kholil dengan muridnya yaitu KH. Hasyim Asyari. Sekitar tahun 1920 M, Kiai Muntaha, menantu Syaikhona Kholil berniat mengundang para ulama se-Nusantara di Bangkalan, Madura. Setelah berkumpul di kediamannya, para ulama melaporkan bahwa di daerah tempat mereka tinggal sudah timbul aliran yang melenceng dari ASWAJA. Kiai memohon kepada Kiai Muntaha untuk melaporkan hal tersebut kepada Syaikhona Kholil. Sebelum Kiai Muntaha melaporkan kepada Syaikhona Kholil, Syaikhona Kholil menjawab dengan firman Allah yang berbunyi

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. at-Taubat:32)

Sekitar tahun 1921 M-1922 M, ada musyawarah nasional yang diadakan di rumah Kiai Mas Alwi, Kawatan, Surabaya. Sebanyak 46 ulama se-Jawa dan Madura sama berkumpul dan bermusyawarah mencari mufakat untuk mengambil sikap atas masalah yang sedang terjadi di nusantara, namun belum ada keputusan. Sampai tahun 1923 M para ulama berbeda pendapat. Sebagian dari mereka ada yang berpendapat untuk mendirikan Jam’iyah Diniyah (organisasi keagamaan). Ulama lain berpendapat untuk memperkuat Syarikat Islam, sedangkan ada ulama yang berpendapat untuk mengoptimalkan organisasi yang sudah ada. Perbedaan ini menunjukkan belum ada keputusan mufakat untuk mendirikan organisasi keagamaan. Padahal, aliran yang melarang melakukan tabarruk, ziarah kubur, dan lainnya sudah merajalela.

Menyikapi hal tersebut, Syaikhona Kholil memanggil KH. As’ad Syamsul Arifin untuk mengantarkan sebuah tongkat kepada KH. Hasyim Asyari. ketika memberikan tongkat itu, Syaikhona Kholil membaca firman Allah:

“Apakah itu yang di tangan kananmu hai Musa? Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.” (QS. Thaha: 17-21)

Sesampainya di Tebuireng, KH. Hasyim Asyari terkejut atas pemberian tongkat tersebut. Lalu KH. As’ad menceritakan bahwa Syaikhona Kholil saat memberikan tongkat kepadanya sembari membacakan Alquran surat Toha ayat 17-21. KH. Hasyim Asyari pun bergembira karena tongkat ini merupakan isyarat bahwa gurunya, Syaikhona Kholil, telah merestuinya untuk mendirikan sebuah organisasi keagamaan.

Akhir tahun 1924, Syaikhona Kholil kembali memanggil KH. Asa’ad Syamsul Arifin untuk mengantarkan sebuah tashbih miliknya kepada KH. Hasyim Asyari. Saat memberikan tashbih tersebut, Syaikhona Kholil memegang ujung tashbih kemudian membaca Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar. Sesampainya di Tebuireng, lagi-lagi KH. Hasyim Asyari keheranan. Lalu KH. Asa’ad Syamsul Arifin bercerita bahwa Syaikhona Kholil ketika menitipkan tasbih tersebut sembari membaca Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar.. KH. Hasyim Asyari akhirnya mengerti dan mengatakan, “Siapa yang berani pada jam’iyah Ulama akan hancur. Siapa yang berani pada ulama akan hancur.”

Pada tahun 1925, tepatnya di hari ke-29 bulan Ramadhan, Syaikhona Kholil wafat. Setahun setelah beliau wafat, berdirilah jam’iyyah para ulama yang diberinama Nahdlatul Ulama pada tanggal 31 Januari 1926, bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H.

NU, NKRI, dan Maqashid syariah

Syaikhona Kholil merupakan inspirator dan penentu berdirinya jam’iyah Nahdlatul Ulama. Selain keilmuannya yang tinggi, beliau juga terkenal akan karomahnya. Beliau mampu membaca permasalahan yang sedang dan yang akan terjadi. Syaikhona Kholil sudah memprediksi bahwa dengan adanya Jam’iyah Ulama –yang kelak bernama NU– ini dapat menegakkan ajaran ASWAJA yang akan mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat serta mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Beliau mengizinkan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari untuk mendirikan jam’iyah dengan isyarat tashbih dan tongkat.

Penulis berpendapat bahwa Syaikhona Kholil tidak hanya berpatokan pada hasil istikhoroh saja, tetapi beliau berpandangan bahwa dengan adanya organisasi ulama ini, nilai-nilai maqashid syariah dalam Islam dapat terealisasi dengan baik. Maqashid syariah merupakan tujuan-tujuan yang diletakkan oleh syariat Islam untuk mewujudkan kemashlahatan umat. Inti dari pengajaran maqashid syariah Islam ini adalah bagaimana agar setiap perbuatan yang kita lakukan dapat menghasilkan kemaslahatan atau mampu mencegah mafsadah. Imam al-Ghazali mendefinisikan maslahat dengan menjaga tujuan syariat Islam yang terangkum dalam lima prinsip dasar (baca, Kulliyatu al-Khamsah). Terdapat kaidah kulliyah dalam Maqashid syariah Islam yang meliputi al-dharuriyat (primer), al-hajiyat (sekunder) dan al-tahsiniyat (tersier).

Al-Dharuriyat secara bahasa merupakan kata plural dari dharury yang berarti sesuatu yang sangat dibutuhkan mencapai tingkat darurat, meliputi; menegakkan agama (hifdz al-dien), perlindungan jiwa (hifdz al-nafs), proteksi akal (hifdz al-‘aql), pemeliharaan keturunan (hifdz al-nasl), perlindungan harta (hifdz al-mal).

Al-Hajiyat adalah sesuatu yang dibutuhkan, namun tidak sampai pada tingkat darurat, misalnya transaksi jual beli, transaksi sewa, dan sebagainya. Tahsiniyat adalah sesuatu yang dianggap baik secara adat tanpa ada kebutuhan yang mendasar. Seperti contoh memakai pakaian yang sopan.

Penulis melihatdengan berdirinya NU, hifdzu al-Dien yang menjadi prioritas dalam maqashid syariah dapat terealisasi dengan baik,karena dengan terbentuknya organisasi ulama ini akan lebih mudah menjaga dan menegakkan agama Islam yang berhaluan ASWAJA. Selain itu, dengan berdirinya NU akan memudahkan mereka untuk bermusyawarah guna menjawab permasalahan-permaslahan sosial yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari permasalahan aqidah, fikih, sampai dengan permasalahan yang bertemakan kebangsaan. kondisi ini akan berbeda ketika tidak ada organisasi NU. ulama akan kesulitan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan tersebutkarena ada sebuah maqolah mengatakan “al-Bathil bi nidzamin yaghlibu al-haq bila nidzam”yang artinya kejahatan yang terorganisir dapat mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir.

Spirit Hifdzu al-Dien ini berimplikasi pada keutuhan NKRI. Bahkan peranan NU dalam semangat Hifdzu al-Dien ini mampu mempertahakan kemerdekaan Indonesia hingga sekarang. Sejarah mencatat bahwa NU memiliki peranan penting dalam mengawal NKRI melalui Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asyaripada 22 Oktober 1945 silam. Fatwa itu dikeluarkan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Begitu juga dengan hifdzu al-Nafs, NU bergerak dalam melindungi jiwa manusia dengan membentuk badan otonom yang bergerak dalam melindungi jiwa dan menjaga keamanan Adanya NU membuat  hifdzu al-nafs dapat terealisasi dengan baik dan manfaatnya dapat dipetik hingga kini.

Berbicara hifdzu al-Nasl, NU merupakan organisasi yang menganjurkan untuk selalu menjaga keturunan. Ulama dan Kiai NU menganjurkan masyarakat luas untuk menikah dan melarang melakukan zina. NU juga memperhatikan kesehatan dengan mendirikan rumah bersalin dan rumah sakit. Hal ini merupakan bentuk nyata hifdzu al-Nasl.

Untuk merealisasikan hifdzu al-Mal, NU bergerak dalam bidang pengembangan perekonomian Islam kerakyatan. Hal ini merupakan salah satu usaha organisasi NU untuk merealisasikan hifdzu al-Mal.

Begitu juga dengan hifdzu al-Aql, NU tidak hanya bergerak dalam bidang sosial dan kesehatan. Bahkan prioritas utama NU adalah bergerak dalam bidang pendidikan. Pendidikan merupakan media untuk mengentas kebodohan. Pendidikan juga merupakan wujud kongkret dari hifdzu al-Aql.

Sebagai organisasi sosial keagamaan, NU memiliki visi sesuai dengan nilai-nilai Maqashid Syariah Islam. Visi-visi tersebut diantaranya: pertama, untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah; kedua, mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya; ketiga, melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat serta martabat manusia. Ketiga visi tersebut menjadikan NU sebagai benteng terakhir Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Epilog

Hubungan lahir batin diantara para ulama pelopor berdirinya Nahdlatul Ulama dengan Syaikhona Kholil Bangkalan sangatlah kuat. Syaikhona Kholil merupakan inspirator berdirinya NU. Ketika belum ada kesepakatan untuk mendirikan organisasi ulama, Syaikhona Kholil memberikan isyarat tongkat dan tasbih kepada KH. Hasyim Asyari. Hal ini merupakan restu untuk mendirikan jam’iyah ulama.

Syaikhona Kholil Bangkalan merupakan ulama yang masyhur karena kedalaman ilmu agamanya, karomah dan visioner. Beliau mampu menyikapi keadaan yang sedang dan akan terjadi di masa mendatang. Sehingga tak heran jika KH. Hasyim Ayari mendapatkan isyarat tongkat dan tashbih dari Syaikhona Kholil. Karena di samping hasil istikhoroh, Syaikhona Kholil juga berpandangan dengan adanya jam’iyah ulama, maka nila-nilai maqashid syariah Islam dapat terealisasi dengan baik.

Hal ini sudah terbukti hingga sekarang bahwa NU berperan dalam menjaga ASWAJA. NU juga memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. adanya  visi-misi NU yang sesuai dengan spirit Maqashid Syariah menjadikan NU sebagai benteng terakhir Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah heran jika NU selalu diserang oleh media radikal. Mereka paham betul bahwa untuk menghancurkan NKRI, mereka harus terlebih dulu menghancurkan NU,shingga saat ini media radikal begitu dahsyat menyerang NU. Tugas kita sebagai generasi muda NU adalah mempertahankan nilai-nilai Maqashid Syariah Islam yang telah ada terkandung tubuh NU dan mengaplikasikannya terhadap konteks Indonesia kekinian.

(M. Taufik Ahaz/Et)

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.