Korelasi Heat Stress Terhadap Pertumbuhan Ternak (Kajian Saluran Pencernaan dan Efisiensi Nutrien)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk di Indonesia berkisar 230 juta jiwa. Untuk mendukung kebutuhan pangan di Indonesia maka penyediaan pangan di Indonesia harus berkecukupan. Salah satu sektor penyedia pangan yang penting adalah sektor peternakan yang menyumbang dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Perkembangan peternakan di Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani. Sistem usaha peternakan berkelanjutan (sustainable farming system) sangat diperlukan untuk mendukung produktivias peternakan di Indonesia.

Tak terlepas dari peternakan, sebagai negara tropis suhu di Indonesia cenderung menampilkan suhu lingkungan yang tinggi, sehingga ternak mengalami stress panas (heat stress). Hal ini dapat menyebabkan kondsi fisiologis ternak cenderung menurun seiring dengan proses adaptasi pada suhu lingkungan yang tinggi. Proses adaptasi ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ternak yang cenderung mengalami penurunan.

Secara khusus, saluran pencernaan berperanan dalam proses tersebut. Kondisi normal morfologi dan integritas usus halus sangat bermanfaat bagi pertumbuhan yang optimal dan produktivitas ternak. Kondisi ini membuat saluran pencernaan juga mengalami penurunan petumbuhan dan fungsinya pun mengalami penurunan. Heat stress pada dapat menurunkan bobot dan panjang jejenum sebanyak 22-25% dan juga menurunkan panjang vili-vili usus halus. Kapasitas usus halus dalam absorbsi mikro nutrien bergantung pada perkembangan dari area permukaan mukus, permeabilitas pasif dari epitelium, dan fungsi bagian dari pengangkutan nutrien saluran pencernaan. Hal ini tentu kapasitas absorpsi nutrien dalam saluran pencernaan tidak dapat optimal, sehingga petumbuhan tidak optimal.

Selama proses ini kadar kortikosteron dalam plasma akan meningkat, sehingga mempengaruhi kerja hipotalamus dalam merangsang untuk menurunkan konsumsi pakannya. Sejumlah nutrien dimobilisasi untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan proses pendinginan (cooling mechanism). Heat stress juga berdampak pada penurunan metabolisme dalam tubuh, antara lain: AMEn mengalami penurunan sebanyak 72-155 kcal, kecernaan protein mengalami penurunan sekitar 4,2%, lemak mengalami penurunan kecernaan sekitar 5,2%, dan starch mengalami penurunan sekitar 4,2%. Hal pertama yang akan terjadi adalah adanya kenaikan konsumsi air minum yang menyebabkan menurunnya absorbsi dengan cara meningkatkan laju pakan dalam saluran pencenaan. Laju pakan yang lebih lama dapat menyebabkan menurunnya ukuran dari saluran pencernaan, terutama menurunkan kemampuan permukaan vili-vili usus halus dalam mengabsorbsi mikro nutrien.

Proses penurunan metabolism dalam tubuh dan metabolism nutrien  terjadi ketika level plasam trigerisida (TG) menurun setelah terjadi pembongkaran panas. Kondisi trigliserida mula-mula berasal dari pakan atau sintesis endogenus dalam hati. Konsumsi pakan yang lebih sedikit karena heat stress menunjukkan bahwa adanya kontribusi untuk mereduksi plasma trigerisida. Penurunan konsumsi pakan disebabkanoleh heat stress juga disebabkan juga oleh metabolisme lipid dalam tubuh.

Absorbsi glukosa didalam salauran pencernaan sangat penting untuk keseimbangan energi dan homeostasis glukosa. Absorbsi karbohidrat dari lumen usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kondisi lumen usus, digesti membran apikal, dan transportasi kedalam enterosit. Level dari transportasi glukosa dalam usus dipengaruhi oleh absorbsi dan kecepatan absorbsi glukosa dalam usus halus. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa heat stress dapat mnurunkan GLUT-2 didalam brush border membrane namun tidak pada kondisi GLT-1. Bentuk level dari GLUT-2 in bagian atas dari usus halus dapat menurun di dexamethasone tikus. Kortikosterone-induce stress tidak dapat merubah kondisi dari SGLT-1 di dalam jejenum . Pada penelitian ini, perubahan yang tidak signifikan dipengaruhi oleh kondisi SGLT-1 di dalam jejenum yang mengalami heat stress. Namun, kondisi ini berpengaruh nyata terhadap peningkatan didalam level mRNA GLUT-2. Selama proses asimilasi, SGLT-1 dan SGLT-2 berkontribusi penting terhadap perubahan glukosa di dalam membran brush-border dan membran basolateral. Perubahan ini melaporkan bahwa GLUT-2 dapat mengatur kapasitas dari transportasi glukosa terhadap konsentrasi lumial glukosa. Ketika luminsi glukosa lebih sedikit dari pada gula darah, SGLT-1 memiliki kemampuan khusus untuk mengirimkan glukosa kembali kedalam konsentrsi gradien dan berperan penting dalam proses absorbsi glukosa dalam lumen. Perbedaan penelitian antara pengaruh heat stress terhadap level mRNA dari SGLT-1 dan SGLT-2 disebabkan oleh siklus dari SGLT-1 dalam absorbsi gluukosa lebih sedikit seiring dengan menurunnya konsumsi pakan.

Konsumsi protein merupakan hal penting dari peningkatan asam amino bebas dalam darah. Proses absorbsi protein didalam usus terjadi karena adanya peranan protease , peptidase, peptida, dan transporter asam amino. Beberapa faktor dan kondisi, termasuk pertumbuhan saluran pencernaan, seleksi genetik, dan kualitas serta kuantitas asam amino transporter dan peptida di dalam saluran usus. Transportasi asam amino di dalam usus berperanan penting dalam homeostasis dari level plasma asam amino. Kondisi heat stres dapat menurunkan kecernaan asam amino dan peptida. Secara umum, tidak terjadi perubahan pada level plasma asam amino bebas dari kondisi heat stress . Kondisi ini dapat menjadi penghubung perubahan dari keadaan jejenum PepT-1 dan asam amino transporter rBAT, CAT1, dan y+LAT1.

Kondisi fatty acid-binding protein usus (L-FABP/FABPI) sebagian besar terlihat pada epitelium usus dan melibatkan perubahan dari long-chain asam lemak kedalam eritrosit. Level mRNA dari FAPBI dan CD36 mengalami penurunan di dalam jejenum. Selain mengurangi tingkat konsumsi pakan, penurunan FAPBI dan CD36 berkontribusi untuk menurunkan konsentrasi plasma trigliserida selama heat stress. corticosterol-inducte streess meningkatkan kelebihan L-FABP mRNA didalam usus halus. Kondisi periodik heat stress membuka perubahan pada transportasi glukosa dan lipid dari pada transportasi asam amino. Epitel usus halus mengalami kerusakan dan sel-sel mengalami peluruhan dan menjadi pertimbangan ketika terjadi perubahan dari pengaruh dari heat stress pada transportasi jejenum.

Kondisi heat stress pada ternak menyebabkan adanya penurunan fungsi fisiologis tubuh ternak berpengaruh terhadap penurunan kondisi fisiologis ternak. Selain itu, kondisi saluran pencernan juga mengalami perncernaan, dimana saluran penernaan merupakan pondasi utama dalam mendukung pertumbuhan ternak. Sejumlah nutrient juga  mengalami mobilisasi, sehingga nilai efisiensi nutrient juga  mengalami penurunan.  Hal ini tentu membuat pertumbuhan ternak tidak optimal.

Literatur

Bonnet, S., P. A. Geraert, M. Lessire, B. Carre, and S. Guillaumin. 1997. Effect of high ambient temperature on feed digestibility in broilers. Poultry Science. 76: 857-863.

Ferrer, C., E. Pedragosa, M. Torras-Liort, J. M. Planas, M. A. Mitchell, M. Moreto. 2006. Dietary lipids modify brush border membrane composition and nutrient transport in chicken small intestine. Journal Nutrition. 133: 1147-1153.

Garriga, C., R. R.Hunter, C. Amat, J. M. Planas, M. A. Mitchell, M. Moreto. 2006. Heat stress increases apical glucose transport in the chicken jejenum. American Journal Physiol Regulatory, Integrative, and Comparative Physiology. 290: 195-201.

Lei, L., L. Hepeng, L. Xianlei, J. Hongchao, L. Hai, A. Sheikhahmadi, W. Yufeng, and Z. Zhigang. 2014. Effect of acute heat stress on gene expression of brain-gut neuropeptides in broiler chickens. Journal Animal Science. 91: 5194-5201.

Song, Z., L. Liu, A. Sheikhahmadi, H. Jiao, and H. Lin. 2012. Effect of heat stress exposure on gene expression of feed intake regulatory peptides in layng hens. Journal of Biomedicine and Biotechnology. 2012:1-8.

Wilson, E. K., F. W. Pierson, P. Y. Hester, R. L. Adams, and W. J. Stadelman. 1980. The effects of high environmental temperature on feed passage time and performance traits of white peking ducks. Poultry Science. 59: 2322-2330.

Wilson, J., G. Tice, M.L. Brash, and S. St Hilaire. 2005. Manifestations of Clostridium perfringens and related bacterial enteritides in broiler chickens. Worlds Poultry Science Journal. 61: 435-449.

Wolfenson, D., D. Bachrach, M. Maman, Y. Graber, and I. Roznboim. 2001. Evaporative cooling of ventral regions of the skin in heat-stressed laying hens. Poultry Science. 80: 958-964.

Etha ‘Azizah Hasiib

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.