Komponen Pembentuk KMNU

Pesantren adalah miniatur kehidupan bermasyarakat. Budaya dan nilai yang diajarkan di dalamnya dapat menjadikan santri sebagai agen perubahan sehingga menjadikan masyarakat di sekitarnya menjadi masyarakat yang madani.

Budaya dan nilai yang diajarkan di pesantren tidak hanya terkait dengan intelektulitas semata, namun budaya kekeluargaan dan saling menghargai perbedaan. Nilai dan budaya tersebut adalah makanan sehari-hari para santri yang mengenyam pendidikan di pesantren.

Nahdlatul Ulama lahir dari rahim pesantren dimana budaya dan nilai pergerakan organisasi ini diilhami dari budaya dan nilai pesantren dengan ulama sebagai panutan. Ulama merupakan replika yang merepresentasikan nilai dan budaya tersebut. Salah satu ulama yang menjadi panutan utama dalam organisasi ini adalah Rais Akbar Nahdlatul Ulama Almarhum Almaghfurlah Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari.

Ada cerita menarik terkait budaya dan nilai yang dianut oleh Nahdlatul Ulama yang langsung dicontohkan oleh Hadratussyaikh.

Suatu hari ada seseorang yang ingin nyantri di Pesantren Tebuireng, Jombang. Hadratus Syaikh tidak langsung menerima santri tersebut namun balik bertanya kepadanya

“Nak, kamu ingin belajar apa?” tanya Hadratussyaikh.

“Jika ingin belajar ilmu hadits ya di sini, jika ingin belajar ilmu alat di Wahab (K.H. Wahab Chasbullah), Tambak Beras, dan jika ingin belajar tentang hati di Romly (K.H. Romly Tamim), Peterongan,” Hadratus Syaikh melanjutkan.

Dari cerita ini menggambarkan masing-masing pesantren mempunyai ciri khas tersendiri dalam mendidik santrinya. Ada pesantren yang konsen terhadap ilmu Al Quran, ada pesantren yang konsen terhadap Ilmu Hadits, ada pesantren yang konsen terhadap ilmu tassawuf dan lain sebagainya. Tergantung konsen keilmuan para ulama yang mengampunya.

Pesantren-pesantren yang mempunyai ciri khas masing-masing ini dapat diibaratkan sebagai komponen elektrik yang menjaring menjadi sebuah komputer. Komputer dengan komponen pesantren-pesantren inilah yang membentuk Nahdlatul Ulama.

Seperti halnya Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) yang terbentuk dari keluarga kecil di masing-masing perguruan tinggi dengan ciri dan budaya yang berbeda-beda yang terjaring menjadi satu keluarga besar. KMNU tidak lahir dari satu ayam yang bertelur banyak dengan bentuk yang sama, namun seperti komputer yang berkomponen elektrik yang berbeda-beda yang terintegrasi menjadi satu sehingga jika dihidupkan akan sangat bermanfaat bagi kehidupan.

Salah satu kesuksesan suatu oraganisasi adalah menghargai dan mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya. Seperti pesan Nabiyullah Luqman Al Hakim kepada anak-anaknya yang redaksinya diambil dari dari dawuh (perkataan) Al Mursyid K.H. A. Dimyathi Romly, S.H.

áÇ ÊÏÎáæÇ ãä ÈÇÈ æÇÍÏ æÊÏÎáæÇ ãä ÇÈæÇÈ ãÊÝÑÞÉ

“Janganlah kalian masuk pada satu pintu, dan masuklah kalian pada pintu yang berbeda-beda”. Sama maknanya dengan slogan Pancasila, Binheka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua. Dengan perbedaan ciri khas yang ada mari kita menjadi keluarga besar yang bermanfaat bagi kehidupan umat dan manusia. Untuk itu jangan jadikan perbedaan yang ada ini sebagai kelemahan kita. Namun sebaliknya, mari jadikan perbedaan budaya dan karakteristik masing-masing anggota KMNU di perguruan tingginya sebagai kekuatan yang mengokohkan keluarga ini. Semangat KMNU!!! (Aswin Arifin)

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.