KMNU UPI Lestarikan Tradisi Ziarah Kubur

Bandung, KMNU Online

Sabtu (19/3), KMNU UPI menggelar kegiatan Ziarah Waliyullah. Kegiatan ini diikuti sebanyak 18 peserta, yang di dalamnya termasuk perwakilan dari KMNU ITB dan KMNU Padjajaran. Tepat pukul 06.30 WIB, kami berangkat menuju Cirebon. Yang menjadi tempat tujuan adalah makam Sunan Gunung Jati dan Pondok Buntet Pesantren. Setelah menghadapi perjalanan yang cukup panjang, kami akhirnya tiba di kawasan makam Sunan Gunung Jati sekitar pukul 11.00 WIB.

Kawasan makam Sunan Gunung Jati cukup luas, di awal kami disuguhi pemandangan pertokoan yang berjajar, kemudian setelah berjalan sekitar 300 meter, kami mulai memasuki komplek makam. Komplek makam ditandai dengan gapura khas Cirebon yang dijaga beberapa petugas berpakaian adat khas Cirebon. Setelah memasuki gerbang, terdapat sebuah pendopo yang biasa digunakan peziarah untuk sholat maupun beristirahat di sebelah kiri. Sesaat sebelum memasuki bangunan utama, waktu dzuhur tiba, sehingga kami memutuskan untuk dzuhur terlebih dahulu di mesjid yang tidak jauh dari komplek makam.

Hari itu peziarah tidak terlalu ramai, sehingga kami tidak perlu menunggu lama untuk memasuki bangunan utama. Memasuki bangunan utama, suasana seketika tenang dan sejuk, yang terdengar hanya lantunan ayat suci Al-qur’an, solawat, serta dzikir yang dihaturkan para peziarah. Di dalam bangunan dipenuhi barang-barang dan ornamen antik khas kerajaan. Kami mengambil tempat tepat di ujung kanan dari pintu serambi tempat Sunan Gunung Jati dimakamkan yang menjadi batas ziarah. Kemudian kami mulai hanyut dalam lantunan tahlil, surat Yaasin, sholawat, dzikir, serta do’a yang dipimpin langsung oleh Presnas 2, Mas Arief Rizqillah.

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Pondok Buntet Pesantren, setelah sebelumnya rehat sejenak di pelataran Keraton Kasepuhan Cirebon untuk sekedar mengabadikan momen disana. Pondok Buntet Pesantren didirikan pada tahun 1750 oleh Kiai Muqoyyim, Mufti Keraton Kanoman Cirebon yang kemudian dilanjutkan cucu menantunya Kiai Mutaad yang masih keturunan Sunan Gunung Jati. Pondok Buntet Pesantren tergolong pesantren yang berbasis masyarakat dan masyrakatanya beridentitas pesantren, dengan mengusung sistem pendidikan “santri diajarkan bermasyarakat sejak dini”. Hal tersebut terlihat dari komplek pesantren yang berbentuk rumah-rumah penduduk bertuliskan pondok-pondok. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara rumah Kiai dengan warga. Santri-santri terlihat berlalu-lalang seraya berbaur dengan masyarakat. Padahal, santri yang bernaung di bawah Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren berkisar 5000 santri. Sungguh harmonisasi yang sedap dipandang.

Setelah berkeliling kawasan pesantren, kami memasuki komplek makam, disana terdapat sebuah bangunan terbuka berwarna hijau yang menandai makam para Kiai Buntet. Kami bertawasul tepat dihadapan makam Kiai Abdul Jamil, selang satu makam dari beliau di sebelah Barat adalah makam Kiai Abbas, yang merupakan Panglima Perang 10 Nopember di Surabaya.

Agenda kami ditutup dengan sowan kepada KH. Wawan Arwani Amin Siradj, selaku Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Buntet Pesantren. Kedatangan kami disambut dengan begitu hangat. Kiai mengutarakan pemikiran-pemikiran beliau terkait kondisi dan tantangan mahasiswa saat ini, juga wejangan-wejangan mengenai penguatan fiqroh nahdliyyah. Kemudian Kiai memimpin langsung do’a bersama. Selepas foto bersama, kami lalu berpamitan dan melanjutkan perjalanan pulang menuju Bandung.

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.