Kajian Online Kitab Taqrib: Ila’ dan dhihar

Bab Ila’ 

Ila’ secara bahasa berarti ketika seseorang bersumpah. Sedangkan secara istilah adalah suatu tradisi hal yang dilakukan pada masa jahiliyah, dimana suami bersumpah tidak akan mencampuri istrinya secaara mutlak atau dalam waktu lebih dari empat bulan. Tidak berguna apabila seorang istri meminta dalam waktu empat bulan tersebut. Pada zaman jahiliyah, ila’ dilakukan agar istri merasa jera atau kapok. Ketika seorang suami menceraikan istrinya satu atau dua kali, maka baginya bisa merujuk kembali istrinya selama belum habis masa iddahnya.

Bab Dhihar

Secara bahasa berarti punggung. Sedangkan secara istilah adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya dengan seorang perempuan yang tidak halal dinikahinya. Terdapat praktek dhihar, dimana ucapan seorang laki-laki pada istrinya “engkau bagiku seperti punggung ibuku”. Ungkapan dhihar tertentu adalah pada kata “punggung” bukan perut semisalnya. Kenapa? karena sesungguhnya punggung adalah tempat menunggang dan istri adalah tunggangan sang suami.

Konsekuensi Dhihar

Ketika sang suami mengatakan hal itu (“engkau bagiku seperti punggung ibuku”) pada istrinya dan ia tidak melanjutkan langsung dengan talak, makai a dianggap kembali kepada istri. Dan kalau demikian, maka ia wajib membayar kafarat.

Menurut para mushannif, kafarat ada beberapa tingkatan. Kafarat dhihar adalah:

  • Memerdekakan seorang budak mukmin yang beragama islam walaupun sebab islamnya salah satu dari kedua orang tuanya, yang selamat atau bebas dari aib yang bisa menggganggu pekerjaan dengan gangguan yang begitu jelas.
  • Apabila tidak menemukan budak dengan gambaran ia tidak mampu mendapatkan budak secara kasat mata atau secara tinjauan syara’, maka ia wajib melaksanakan puasa dua bulan berturut-turut. Yang dibuat acuan menghitung dua bulan tersebut adalah hitungan tanggal, walaupun masing-masing kurang dari 30 hari. Puasa dua bulan tersebut disertai dengan niat kafarat pada malam hari.
  • Apabila dari hal tersebut masih belum mampu, maka wajib memberi makan 60 orang miskin atau orang faqir. Setiap orang miskin atau orang faqir mendapatkan satu mud (seperti biji-bijian yanhg dikeluarkan saat zakat idul fitri).

Ketika orang yang wajib membayar kafarat tidak mampu melaksanakan ketiga-tiganya, maka kewajiban kafarat masih menjadi tanggungannya. Sehingga ketika setelah itu ia mampu melaksanakan salah satunya, maka wajib ia laksanakan. Seandainya ia hanya mampu melaksanakan sebagian dari salah satu kafarat seperti hanya mampu mengeluarkan satu mud atau setengah mud saja, maka wajib ia keluarkan. Bagi laki-laki yang melakukan dhihar, maka tidak diperkenankan mewathi (mencampuri) istrinya yang telah ia dhihar, hingga ia melaksanakan atau membayar kafarat yang telah disebutkan.

Sumber: Kajian Online kitab taqrib (KMNU Pusat dan KMNU IPB)

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.