Hadapi kemarahan dengan Kelembutan; Sebuah Tuntunan Nabi SAW

Perbedaan adalah suatu keniscayaan dalam menjalin keluarga. Apabila perbedaan itu tidak dikomunikasikan dengan baik, maka akan menimbulkan perselisihan yang berujung pada perceraian. Sebaliknya, jika perbedaan tersebut dapat dimenejemen dengan baik, justru akan menjadi faktor pengukuh hubungan rumah tangga.

Tentu setiap pasangan suami dan istri pernah menghadapi satu keadaan dimana keduanya saling berbeda pendapat, hingga muncullah perkataan yang kurang nyaman didengar telinga. Tak terkecuali keluarga Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Namun Nabi SAW dan para sahabat dapat mengatasi hal itu dengan sangat baik, sehingga sudah sepatutnya kita contoh dan terapkan. Berikut sedikit cerita kebijaksanaan Nabi dan Para sahabatnya dalam menghadapai istri-istrinya.

Suatu ketika istri sayyidina Umar RA membantah dalam suatu hal perkataan.

Umar RA bertanya kepadanya : “Apakah kamu membantahku, wahai perempuan pembantah?”

Istrinya menjawab : “Sungguh istri-istri Rasulullah SAW itu membantahnya. Nabi SAW itu lebih baik daripada kamu”.

“Celaka dan rugi Hafshoh (jika membantah Nabi SAW)” Kata Umar RA.

Kemudian Umar RA mendatangi Hafshah (Anak perempuannya) dan berkata :

“jangan kamu terbujuk (terpikat) dengan anak perempuan Abi Quhafah (Aisyah binti Abi Bakar binti Abi Quhafah, dinisbatkan kepada kakeknya). Sesungguhnya dia itu sangat dicintai oleh Nabi SAW.” Kemudian Umar RA manakuti anaknya dari bahaya membantah.

Dalam riwayat lain diceritakan: suatu ketika salah satu dari istr-istri Rasulullah SAW membantah di hadapan Nabi, kemudian ibu dari salah satu istri yang membantah Nabi itu membentaknya. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Ibu dari istri Rasul itu: “Tinggalkanlah, sungguh mereka telah melakukan lebih banyak dari pada hanya (sekedar) membantah.”

Suatu ketika terjadi perselisihan antara Rasulullah dan Aisyah hingga Abu Bakar ikut campur dalam perselisihan itu untuk memutuskannya. Nabi SAW meminta Abu Bakar untuk menjadi saksi. Kemudian Nabi SAW berkata kepada Aisyah: “Kamu yang berbicara atau aku yang berbicara?”

Aisyah menjawab: “kamu, tapi kamu tidak berkata kecuali kebenaran”

Kemudian Abu Bakar menampar Aisyah hingga mengalir darah dari mulutnya dan berkata: “hai perempuan yang menjadi musuh kecil bagi dirimu sendiri, apakah Nabi berkata selain kebenaran?”

Aisyah meminta perlindungan Nabi dan duduk dibelakang punggung Nabi SAW. Nabi SAW berkata kepada Abu Bakar: “Jangan lakukan itu dan jangan pernah ingin melakukan ini”

Aisyah berkata sekali lagi kepada Rasul dengan marah: “kamu itu orang yang menyangka bahwa dirimu adalah Nabi Allah”.

Rasulullah tersenyum dan menahan (dengan sabar) perkataan Aisyah itu dengan lembut dan murah hati. Kemudian Rasul berkata kepada Aisyah: “Sugguh aku tahu bahwa kemarahanmu padaku adalah sebagian dari keridhoanmu”

Aisyah membalas: “Bagaiamana kamu tahu kemarahanku (ini)?”

Rasul membalas kembali: “Jika kamu ridho, kamu berkata ‘tidak, demi Tuhan Muhammad’ dan ketika kamu marah, maka kamu berkata ‘tidak, demi Tuhan Ibrahim”

Aisyah membalas lagi: “Engkau benar, tidaklah aku meninggalkan namamu”

Nabi SAW bersabda: “Barang siapa bersabar atas buruknya perilaku istrinya, maka Allah akan memberikannya pahala seperti apa yang telah diberikan kepada Nabi Ayyub atas musibahnya. Barangsiapa bersabar atas buruknya perilaku suaminya, maka Allah akan memberikan pahala seperti yang telah diberikan kepada Asiyah, istri Fir’aun”

Ketahuilah bahwasannya berperilaku baik (husnul khalqi) itu tidak cukup hanya menjaga dari penderitaan, namun juga bersabar dan lemah lembut dari penderitaan itu ketika istri sedang ringan akalnya, seperti marah dan keras kepala. Perilaku tersebut telah dicontohkan Nabi SAW dalam cerita di atas. (Hamzah Alfarisi/AM)

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.