Spirit Fastabiqulkhairat

Oleh : Muhammad Eka Arifansyah ( KMNU UNSRI)

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kaifa Halukum? (Bagaimana kabar kalian?). Semoga senantiasa dalam keadaan sehat walafiat lahir dan batin, ya. Jika kita semua sehat jasmani dan rohani, insya Allah semangat berlomba dalam kebaikan antar-sesama akan tercipta. Selain itu, apa saja sih tips menciptakan spirit fastabiqulkhairat? Mari, kita ulas bersama-sama. Bismillah.

Berlomba-lomba dalam kebaikan sejatinya memiliki tujuan yang sama, yaitu bersama-sama menggapai rida Allah Ta’ala. Tentu kita semua sudah tidak asing dengan dalilnya, yaitu Surah Al-Baqarah ayat 148: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka, berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan…..”.

Akan tetapi, acapkali atmosfer fastabiqulkhairat tersebut terjadi pasang surut, dalam artian terkadang semangat, kerap pula sebaliknya. Lebih parahnya lagi, ada yang mengartikan fastabiqulkhairat itu sebagai ajang berlomba mencari kesalahan (aib) saudara seiman/sebangsa/sesama makhluk demi popularitas semata. Na’udzubillahi min Dzalik.

Manusia, sebagai makhluk sosial seyogianya mengutamakan asas memanusiakan manusia sebelum semua perkara. Hal ini bertujuan supaya manusia tidak hanya sekedar berlomba atau mengejar pahala, tapi tidak mengesampingkan nilai-nilai luhur, adil, dan berbudi baik. Sebagaimana bunyi sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Berlomba-lomba dalam kebaikan tidak akan terjadi sempurna dan dampak positifnya tidak akan dirasakan oleh pelakunya sendiri. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan fastabiqulkhairat yang dilakukan tidak diiringi dengan perbaikan diri, perbaharuan niat, dan pembenahan hati. Tentunya argumentasi ini dilandaskan kepada salah satu hadis Rasulullah berikut: “Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan ialah apa yang menyebabkan jiwa dan hatimu tenteram kepadanya, sedangkan dosa ialah apa yang membuatmu bimbang dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa” HR. Imam Ahmad. Hati ‘kecil’ yang terdapat di diri kita adalah anugerah tidak ternilai harganya, sebab antara hati dan akal saling sinkronisasi dalam memilih dan memilah suatu tindakan.

Betul adanya jika berniat baik saja sudah mendapat pahala walaupun belum/tidak sempat dilaksanakan oleh sebab syar’i. Akan tetapi, lebih baiknya lagi ialah mewujudkan niat baik secara realita jika tidak terdapat hambatan, sebab terdapat istilah “cita-cita tanpa aksi atau aksi tanpa cita-cita sama dengan omong kosong/halusinasi”. Sudah sepatutnya kita sebagai makhluk sosial sekaligus yang berakal bersifat lebih moderat (seimbang). Semoga Allah kuatkan dan ridai kita semua untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Aamiin.

Wallahu A’lam Bisshawab.Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *