Fa’il dan Maf’ul dalam Keseharian

“Orang Islam jangan hanya menjadi maf’ul tapi juga harus menjadi fa’il” begitu kurang lebih kata seorang Pak Kiai, yang waktu itu saya dengar ceramahnya.

Di dalam ilmu gramatika bahasa arab, dikenal dengan fa’il dan maf’ul. Bagi orang yang pernah mempelajari bahasa arab maka sudah tidak asing lagi dengan istilah fa’il dan maf’ul. Dalam bahasa arab fa’il berarti pelaku atau subjek sedangkan maf’ul berarti objek. Umat Islam sudah seharusnya menjadi pelaku atau pembawa perubahan dunia ke arah yang lebih baik. Sudah bukan saatnya umat Islam berdebat masalah-masalah furû’iyyah atau khilâfiyyah, karena bagi setiap pengamal suatu amalan memiliki landasannya masing masing.

Ada orang yang melakukan qunut, ada juga orang yang tidak melakukan qunut. Bagi orang yang melakukan qunut ada landasannya, pun bagi orang yang tidak melakukan qunut. Bagi orang yang melakukan salat tarawih 20 rakaat ada landasannya pun begitu pula orang yang melaksanakaan salat tarawih 8 rakaat. Seorang muslim yang masih berada pada tingkatan memperdebatkan amal ibadah saudaranya yang berbeda dengannya maka ia masih berada pada tingkatan maf’ul atau objek. Ia masih menjadi objek empuk hawa nafsu dan setan, baik setan dari kalangan manusia maupun jin. Seorang yang masih menjadi korban provokasi politik maka ia juga masih dalam tataran maf’ul belum menjadi fa’il.

Menjadi seorang muslim berarti menjadi fa’il, menjadi seorang khalifah, pengendali atas dirinya, pengendali atas hawa nafsunya, ia bisa menjadi seorang yang memiliki pengaruh baik, bagi dirinya dan lingkungannya. Sebagaimana halnya fa’il yang memiliki fi’il (kerja) begitu juga seorang muslim harus senantiasa bekerja, berusaha dan bergerak untuk menggapai cita dan cinta. Setidaknya untuk menjadi fa’il ada 3 mental yang harus dimiliki, mental sarjana, pengusaha dan ulama.

Seorang muslim harus memiliki mental sarjana yaitu memiliki wawasan dan mengetahui perkembangan zaman. Memiliki sikap yang open minded terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terlebih di zaman sekarang ini. Seorang muslim juga harus memiliki sikap pantang menyerah, percaya diri, kreatif, memiliki motivasi yang kuat dan berdedikasi tinggi atau bermental pengusaha. Kedua mental tersebut tidak akan lengkap jika tidak dibarengi dengan mental ulama. Bermental ulama berarti berakhlak baik, beribadah dengan ikhlas, bermanfaat bagi sesama juga faham akan agama Islam. Albert Einstein pernah berkata, “Science without religion is lame, religion without science is blind“.

Demikian. (ن/Eff)

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.