Dilema Geothermal antara Potensi dan Kerusakan

Energi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kemampuan untuk melakukan kerja (misal untuk energi listrik dan mekanika)1. Energi mempunyai sifat dapat berubah ke bentuk energi lain, seperti dalam hukum kekekalan energi yaitu energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat diubah ke bentuk energi lain. Berubahnya bentuk energi satu ke bentuk energi lain inilah yang disebut dengan konversi energi. Dalam essay ini akan dibahas mengenai konversi dari energi panas ke energi listrik.

Kebutuhan akan energi di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, menurut data dari bisnis.com, Indonesia menjadi negara terbesar dalam kebutuhan energi di Asia Tenggara yang mencapai 44% dari total kebutuhan energi di kawasan tersebut disusul Malaysia sebesar 23% dan Thailand 20%. Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan konsumsi energi pada tahun 2013 dari data dewan energi nasional sebesar 46% untuk minyak bumi, 31% batubara, 18% Gas bumi dan 5% untuk energi baru terbarukan. Jumlah ini masih terlalu besar untuk energi fosil, sedangkan energi fosil seperti minyak bumi dan batubara adalah energi yang tidak ramah lingkungan, selain itu energi fosil adalah energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga semakin lama pemakaian terhadap energi fosil membuat energi tersebut akan cepat habis. Oleh karena itu dibutuhkan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satu energi yang ramah lingkungan adalah energi panas bumi (Geothermal).

Energi geothermal merupakan sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Istilah geothermal berasal dari bahasa Yunani dimana kata, “geo”, berarti bumi dan, “thermos”, berarti panas, menjadi geothermal yang juga sering disebut panas bumi. Energi panas di inti bumi sebagian besar berasal dari peluruhan radioaktif dari berbagai mineral di dalam inti bumi2. Sumber energi panas bumi berasal dari air panas yang berada di lapisan tanah dangkal dan batuan panas yang berada pada beberapa mil di bawah permukaan bumi dan yang lebih dalam lagi yang mempunyai temperatur yang sangat tinggi yang berada di kerak bumi yang disebut dengan magma.

Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll3.

Energi alternatif yang menyimpan potensi paling besar bagi kelangsungan energi nasional adalah energi panas bumi atau geothermal. Potensi keseluruhan panas bumi Indonesia tercatat 29,038 MW yang merupakan 40% dari potensi energi panas bumi dunia yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan potensi energi panas bumi terbesar dunia.4 Menjadi suatu ironi mengingat baru 1.226 MW (2012)5 atau 4,2% potensi yang baru dimanfaatkan. Solusi kebutuhan energi listrik ke depan dapat bertumpu pada pengoptimalan energi panas bumi.

Penerima Nobel Perdamaian 2007 sekaligus mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore ketika membuka KTT Asia – Pasific The Climate Project di Jakarta, Minggu, 9/1/11 memprediksi bahwa Indonesia mampu menjadi negara Super Power pengguna energi panas bumi (geothermal) sebagai sumber tenaga listrik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya di forum World Geothermal Congress tahun 2010 pernah menyampaikan target ambisius Indonesia untuk melipatgandakan produksi energi listrik panas bumi menjadi hampir empat kali lipat dari output sekarang ini, dari 1.189 MW (2010) menjadi 3.967 MW, paling lambat tahun 2014.6 Dalam rapat antara Dewan Energi Nasional (DEN) dan DPR bulan Mei 2010 saat memaparkan Tujuh Pokok Arah Kebijakan Energi Nasional, Presiden selaku ketua DEN pertama-tama menyebut energi panas bumi sebagai fokus arah kebijakan energi terbarukan, baru diikuti oleh energi-energi terbarukan lainnya. Bila target pemerintah tersebut tercapai, energi panas bumi akan menyumbangkan 42% dari target pemenuhan suplai energi listrik dalam program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II dalam kerangka Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-20257, yang akan menjadikannya kontributor terbesar dalam portofolio suplai energi dalam program tersebut. Dari sisi regulasi, dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional pemerintah pun telah menetapkan target bauran energi untuk energi terbarukan sebesar 17 persen, dengan 5 persen di antaranya bersumber dari energi panas bumi.

**************************************************

Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut.

Kegiatan eksplorasi panas bumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panasbumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan.

Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan (sustainable energy). Emisi dari pembangkit listrik panasbumi sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batubara. Karena emisinya yang rendah, energi panasbumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol. Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000. Energi bersih tersebut termasuk panas bumi.

Potensi yang besar pada energi panas bumi di Indonesia diiringi dengan teori yang menyatakan bahwa energi panas bumi adalah energi yang ramah lingkungan, maka sudah sepatutnya Indonesia untuk membangun energi panas bumi sebagai tujuan pembangunan ketahanan energi dalam negeri. Disetiap kelebihan terdapat kekurangan, hal itu juga berlaku bagi energi panas bumi, akan tetapi walaupun energi panas bumi adalah energi yang ramah lingkungan terdapat tiga dampak negatif sistem energi  geothermal, yaitu fracking dan gempa bumi minor, pencemaran air serta amblesan. Fracking adalah singkatan dari hydraulic fracturing, yaitu sebuah cara yang dipakai dalam ekstrasi energi geothermal dan gas untuk memperbesar permeabilitas (kemampuan melalukan fluida) batuan dengan tujuan meningkatkan nilai keekonomisan sebuah lapangan pembangkit geothermal. Namun, fracking dapat menyebabkan terjadinya gempabumi minor karena menurunkan kohesivitas (daya ikat) batuan. Injeksi fluida ke dalam reservoir (batuan sarang) menekan reservoir sehingga mengalami pergerakan (slip) karena gaya gesek statis (static friction) nya terlampaui. Terjadinya slip pada batuan adalah salah satu kunci terjadinya gempabumi. Kasus Basel di Swiss memperlihatkan gempabumi yang terjadi karena proses fracking ini memiliki magnitude 3,4 skala Richter dan cukup untuk membuat plester bangunan retak-retak.

Dalam kasus di Indonesia, perlu dilakukan penelitian yang sistematis untuk mengetahui apakah aktivitas pengeboran geothermal menyebabkan terjadinya gempa bumi. Namun, narasi yang muncul dari kalangan warga menunjukkan bahwa hal ini sudah menjadi kekhawatiran. Dalam sebuah acara dialog nasional 2 hari (15-16 Oktober 2014) di lereng Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat, hal ini terungkap. Dialog ini adalah forum warga yang tinggal di lokasi di sekitar area industri geothermal. Selain warga tuan rumah dari Cigugur, dalam kesempatan ini juga ada perwakilan dari Lereng Gunung Sumbing di Jawa tengah, warga dari Kamojang, dan warga dari lereng Gunung Salak, Bogor. Perwakilan warga lereng Gunung Salak menyatakan bahwa di daerah mereka sudah terjadi beberapa kali gempa bumi. Warga merasa gempa bumi itu terjadi karena aktivitas geothermal, namun mereka tidak bisa menjelaskan hubungannya.

Sistem energi geothermal juga berdampak negatif terhadap kualitas air. Pencemaran ini dapat menimpa air tanah dan kemudian bisa lebih lanjut juga menimpa air permukaan. Salah satu contoh untuk ini adalah kasus dari Balcova, Turki (Aksoy et al. 2009) Energi geothermal adalah salah satu sumber energi penting bagi Turki. Negara ini menduduki peringkat ke-7 di seluruh dunia sebagai negara yang memiliki potensi energi geothermal terbesar. Secara total ada 992 Mega Watt thermal/MWt) energy geothermal yang sudah berproduksi di Turki (Baba and Armannsson 2006). Lapangan Geothermal Bacova (LGB) adalah salah satunya, terletak di bagian barat Turki. Kontaminan di LGB adalah Arsenic, Antimon, dan Boron. Arsenik (As) sudah lama dikenal sebagai penyebab terjadinya kanker pada manusia. Ia berkontribusi terhadap tingginya penyakit kulit dan kanker di lokasi pemukiman yang tepapar terhadap kandungan As yang tinggi dalam air minum.

Dari dampak negatif tersebut menyebabkan keresahan untuk masyarakat, tetapi dengan pengembangan geothermal yang eksplorasi tidak berlebihan maka dampak negatif di atas tidak akan terjadi dan untuk meminimalisir kesalahan manusia adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia tentang pemahaman geothermal.  (Essay ini pernah diterbitkan di website PW Ansor Jabar- Abdurrohman Fisika UNPAD/Ketua Umum KMNU Padjadjaran/Eff)

________________________________________________

[1] Darmayanti. “Pengertian Energi”. http://www.kopi-ireng.com/2014/09/energi.html (diakses pada tanggal 15 November 2016 pkl 08:00 WIB)

[2] Indoenergi. “Pengertian Energi Geothermal”. Informasi dari http://www.indoenergi.com/2012/04/pengertian-energi-geothermal.html (diakses pada tanggal 15 November 2016 pkl 08:00 WIB)

[3] Saptadji, Nenny. “Energi Panas Bumi (Geothermal Energy)”.ITB: Bandung

[4] Rohmad Hadiwijoyo, Geothermal: A green solution. Jakarta Post Wednesday, 01/26/2011

[5] http://www.esdm.go.id/berita/panas-bumi/45-panasbumi/5655-hingga-2015-4500-mw-pltpditargetkan-beroperasi.html

[6] Rohmad Hadiwijoyo, op.cit

[7] www.kabarbisnis.com/read/2825164

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.