CERITA DARI AFGHANISTAN: MERAJUT UKHUWAH LEWAT ISLAM WASATHIYAH
CERITA DARI AFGHANISTAN: MERAJUT UKHUWAH LEWAT ISLAM WASATHIYAH
CERITA DARI AFGHANISTAN: MERAJUT UKHUWAH LEWAT ISLAM WASATHIYAH
Pada Desember 2018 lalu, saya bersama mahasiswa UPI lainnya, PKN STAN, dan IPB yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) bersilaturrahim dengan Dr. Fazal Ghani Kakar dari Afghanistan yang juga adalah NECDO Managing Director. Dalam pertemuan di Le Meridien Hotel, Jakarta itu kami didampingi oleh Wasekjen PBNU KH. Abdul Mun’im, Instruktur PKPNU H. Hernowo, dan Pembina Salman ITB H. Achmad Nashir Budiman. Awalnya, pertemuan itu dimaksudkan untuk meminta beliau, Dr. Kakar, menjadi narasumber dalam seminar nasional bertema “Globalisasi Dakwah Islam Wasathiyah untuk Perdamaian Dunia Internasional”. Karena beberapa hal, seminar nasional tersebut belum dapat terlaksana.
Afghanistan, sebuah negara di Asia yang punya nama resmi Islamic Republic of Afghanistan. Negara ini sangat strategis, karena letaknya berada di antara wilayah-wilayah penting: Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah. Disana, Islam adalah state religion. Sekitar 99,7% penduduknya adalah muslim, jumlah muslimnya terbesar kedua setelah Indonesia dengan mayoritas Sunni dan lainnya Syiah.
Menggandeng nama resmi Republik Islam, tapi mengapa ya hari ini masih terjadi konflik hebat di sana. Apakah Islam mengajarkan hal seperti itu? Melalui diskusi dengan Dr. Kakar, saya bertanya kurang lebih seperti ini: “Mr. Kakar, I know that the majority of Afghanistan citizens are Muslims, both Sunni and Syiah. Islam teaches us that peace and togetherness are very important to be maintained, we know Islam Rahmatan Lil Alamin. But, why did the war there occur between muslims?”
Menjawab hal di atas, Dr. Kakar fokus pada permasalahan Gerakan Taliban di Afghanistan. Taliban adalah gerakan nasionalis yang mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok Islam Sunni. Dengan dukungan Amerika Serikat, Taliban berkembang pesat di sana. Namun, PBB mengutuk Taliban karena langkah yang mereka ambil bersifat keras dan memaksa. Akhirnya, AS menggulingkan Pemerintahan Taliban karena diduga terlibat dalam peristiwa 9/11 yang meruntuhkan menara WTC. Dr. Kakar menegaskan bahwa konflik sesama muslim ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan serta usaha membentrokkan budaya dengan agama.
Bagi saya, perebutan kekuasaan pada wilayah mayoritas muslim adalah hal yang sangat menakutkan. Isu SARA yang berusaha dimainkan pada setiap peralihan kekuasaan sangat membahayakan dan mengancam keutuhan suatu bangsa. Lihat saja konflik yang terjadi dahulu ketika Kerajaan Arab Saudi mengambil alih kekuasaan, berakhir dengan pertumpagan darah. Pun, sekarang ini di negara Timur Tengah seperti Suriah, Iran, Irak, Afganistan, Palestina, dan lainnya, berakhir pula dengan pertumpahan darah. Pertanyaannya: Apakah ingin Indonesia seperti negara di atas? Menurut saya, isu SARA ini harus segera dihentikan. Buktinya, pada Pilpres 2019 ini SARA dapat membuat masyarakat marah, panas, dan akhirnya saling memusuhi bahkan di kalangan umat Islam sendiri. Partai politik dan ormas yang mengawali isu SARA ini harus BERTANGGUNG JAWAB atas permaslahan yang kini terjadi. Jangan sampai masih ada lagi isu antek komunis, antek asing, muslim yang tidak taat, kafir, antek Cina, dan sebagainya. Padahal, Islam Ahlussunnah wal Jamaah mengajarkan untuk saling menghargai, menghormati, dan menjaga persaudaraan.
Yang kedua, upaya membentrokkan budaya dengan agama adalah suatu kesalahan fatal. Pasalnya, Allah SWT memberikan jalan kepada umat Islam untuk mendakwah Islam dengan WASILAH (lihat QS Al Maidah: 35). Baik melalui budaya, ekonomi, politik yang tentunya berdasarkan nilai-nilai keislaman. Perayaan Maulid Nabi, misalnya, adalah budaya setempat yang dilakukan untuk memperingati kelahiran Nabi. Itu adalah budaya yang dijadikan wasilah untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang diajarkan oleh Nabi melalui momentum tersebut. Sayangnya, beberapa waktu lalu kita malah dikejutkan oleh adanya BOM yang meledak pada peringatan Maulid Mabi di Kabul, Afghanistan.
Dalam sebuah buku yang berjudul The Clash of Civilizations yang terbit pada 1997, seorang ahli ilmu politik AS Samuel P. Huntington mengemukakan sebuah hipotesis bahwa konflik peradaban yang akan terjadi di abad 21 ini disebabkan oleh budaya, tradisi, dan agama. Yang harus dijaga oleh kita semua adalah, menjaga budaya dan tradisi yang baik untuk beragama. Sebuah kaidah dari para ulama:
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
“Menjaga budaya lama yang baik dan mengambil budaya baru yang lebih baik”
Dr. Kakar adalah pelopor akan terwujudnya perdamaian atas konflik yang terjadi. Beliau berusaha untuk menyebarkan nilai-nilai Islam Wasathiyah dalam kehidupan beragama di Afghanistan. Beliau telah melakukan riset beberapa tahun tentang kehidupan beragama di Indonesia. Dengan penduduk Islam terbesar di dunia, beliau kagum atas kehidupan beragama di Indonesia yang begitu hangat, damai, dan tenteram, berbeda dengan negara lain yang mayoritasnya muslim. Hasil riset beliau menyimpulkan bahwa NU adalah ormas Islam yang berusaha menjaga perdamaian, keamanan, dan keutuhan bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebut di Afghanistan, beliau membentuk dan kini menjabat sebagai Ketua NU Afghanistan.
Kesimpulannya, kita harus mengaktualisasikan Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dalam firman-Nya, Allah SWT justru memerintahkan untuk menjadikan manusia sebagai ummatan wasathan, bukan ummatan islaaman maupun ummatan kaaffatan. Ummatan wasathan adalah umat yang memiliki peradaban yang mulia, menjunjung tinggi harkat marbabat manusia, memiliki prinisip moderat alias tidak ekstrim kanan maupun kiri, damai, dan antikekerasan. Ini adalah interpretasi dari Islam Wasathiyah yang menjadi perlawanan terhadap perilaku ideologi takfiri (pengkafiran) dan tarhibi (teror atas nama agama) yang dianut oleh berbagai gerakan khususnya di negara konflik yang ada di Timur Tengah.
Semoga Indonesia senantiasa menjadi negara yang damai, jauh dari konflik, dan penuh dengan harmoni.
Al faatihah….
M. Irfansyah Maulana – KMNU UPI